CLOCK


Mutiara Harian

Wednesday, August 09, 2017

MENULIS


Menulis
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Tulisan Akan Terus Dibaca
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Seseorang akan Dikenang Dengan Tulisannya
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Cerita Dalam Skenario Film Yang Akan Membuat Penontonnya Tertarik Untuk Menonton
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Buku-buku Ilmuwan Terpakai Sampai Saat Ini
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Kita Akan Saling Berbagi Pengalaman Cerita Kehidupan
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Sebuah Buku Akan Menjadi Inspirasi Bagi Pembacanya
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Ada Karya Yang Tercipta
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Akan Mengetahui Keadaan Alam Semesta
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Banyak Kisah Yang Terjadi Untuk DiPelajari
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Seseorang Bisa Dikenang-Terkenang-Mengenang
Katanya Jangan Berhenti Menulis
Karena Apa
Karena Dengan Menulis
Risalah dalam Hadist Dan AlQuran Selalu jadi Pedoman
Ayo Menulis
Salam,
Nurina Utami

Tuesday, May 16, 2017

SIAPAKAH BILAL BIN RABAH?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

رَِبِّيْ زِدْنِي عِلْماً وَارْزُقْنِي فَهْمًا
Robbi zidni ‘ilma warzuqni fahma
( Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu dan berilah aku kefahaman )

SIAPAKAH BILAL BIN RABAH?
Bilal bin Rabah (Bahasa Arab بلال بن رباح) . Bilal lahir di daerah as-Sarah, Mekah sekitar 43 tahun Sebelum Hijrah, 3 Tahun setelah tahun gajah (Jadi Terpaut 3 Tahun dari Rasulullah Saw. Berasal dari Habasyah (Ethopia). Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).
SAHABAT NABI SAW
•Bilal bin Rabah termasuk as-Sabiqunal awwaalun (orang-orang yang menyatakan keislaman di masa-masa awal dakwah Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam ).
•Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu mengatakan, “Orang-orang yang pertama kali menampakkan keislaman mereka ada tujuh yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , Abu Bakar Radhiyallahu anhu , ‘Ammar dan Ibunya yaitu Sumayyah, Suhaib, Bilal dan Miqdad” (HR Ibnu Mâjah, hadits ini dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah).
SIKSAAN YANG DIALAMI BILAL
Begitu berat siksaan yang dialami Bilal Radhiyallahu anhu . Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu mengatakan, “Semua para budak yang disiksa terpaksa mengikuti apa kemauan orang-orang musyrik kecuali Bilâl Radhiyallahu anhu . Sesungguhnya dia memandang dirinya hina di hadapan Allah Azza wa Jalla .” Berbagai cara ditempuh untuk melemahkan iman Bilâl, namun tidak ada satu pun yang berhasil. Amr bin al ‘Ash menceritakan, “Aku pernah melewati Bilâl Radhiyallahu anhu dalam keadaan disiksa di padang pasir. Seandainya sepotong daging diletakkan di atasnya, pasti daging itu bisa matang. Ketika itu Bilâl Radhiyallahu anhu mengatakan, “Saya mengingkari al-Lâta dan Uzza.” (Ansâbul Asyrâf 1/185. Lihat as-Sîratun-Nabawiyah fî Dhau-il Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 188)
Saat mengetahui keislaman Bilâl bin Rabâh Radhiyallahu anhu , majikannya yaitu Umayyah bin Khalf berusaha menekan beliau Radhiyallahu anhu agar kembali kepada keyakinan nenek moyang mereka. Penekanan yang dilakukan tidak sebatas dengan kata-kata, tapi sampai pada penyiksaan fisik. Orang-orang kafir selalu menyiksa beliau dengan mengeluarkannya ke tengah padang pasir saat terik matahari, waktu yang menjadikan padang pasir seakan seperti padang api yang sangat panas, mereka melemparkan Bilal dengan bertelanjang di atas pasir yang terik, kemudian menindihkannya dengan batu yang sangat besar yang diletakkan di atas tubuhnya, dan penyiksaan yang kejam ini terus berulang setiap hari, namun Bilal tetap bersabar dan tabah dalam berpegang teguh terhadap agamanya, kemudian berkata Umayah bin Kholaf kepadanya : “Engkau akan terus seperti ini hingga mati atau engkau tinggalkan Muhammad, dan kembali menyembah Latta dan Uzza.” Namun Bilal tetap bersikukuh dan hanya dapat berkata : “Ahad, Ahad”.
•Dalam hadits yang shahîh, Bilal Radhiyallahu anhu berkata kepada Abu Bakr Radhiyallahu anhu :
إِنْ كُنْتَ إِنَّمَا اشْتَرَيْتَنِي لِنَفْسِكَ فَأَمْسِكْنِي وَإِنْ كُنْتَ إِنَّمَا اشْتَرَيْتَنِي لِلَّهِ فَدَعْنِي وَعَمَلَ اللَّهِ
•Jika engkau membeli diriku untuk menjadi milikmu, maka tahanlah aku. Dan jika engkau membeli diriku karena Allah, maka biarkanlah aku berbuat karena Allah.
(Riwayat al-Bukhâri/ Al-Fath (14/249/no. 5537). Lihat as-Sîratun-Nabawiyah fî Dhau-il Mashâdiril Ashliyyah, hlm. 189)
•Abu Bakar membebaskan Bilal dengan membelinya dari Umayyah bin Khalf .

TEROMPAH BILAL
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ بْنُ يَعِيشَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ الْهَمْدَانِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ أَبِي حَيَّانَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا أَبُو حَيَّانَ التَّيْمِيُّ يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ عِنْدَكَ فِي الْإِسْلَامِ مَنْفَعَةً فَإِنِّي سَمِعْتُ اللَّيْلَةَ خَشْفَ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ بِلَالٌ مَا عَمِلْتُ عَمَلًا فِي الْإِسْلَامِ أَرْجَى عِنْدِي مَنْفَعَةً مِنْ أَنِّي لَا أَتَطَهَّرُ طُهُورًا تَامًّا فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ وَلَا نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كَتَبَ اللَّهُ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
Hai Bilal, katakanlah Kepadaku apakah amalanmu yg paling besar pahalanya yg pernah kamu kerjakan dalam Islam, karena tadi malam aku mendengar derap sandalmu di dalam surga? ' Bilal menjawab; 'Ya Rasulullah, sungguh saya tak mengerjakan amal perbuatan yg paling besar pahalanya dalam Islam selain saya bersuci dgn sempurna, baik itu pada waktu malam ataupun siang hari. lalu dengannya saya mengerjakan shalat selain (HR. Muslim No.4497)
ORANG PERTAMA YANG MENGUMANDANGKAN ADZAN
•Dia merupakan sahabat Nabi yang dipilih untuk mengumandangkan azan. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun pertama Hijriah.
•Dari Zaid bin Arqam berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
•نعم المرء بلال، هو سيد المؤذنين، ولا يتبعه إلا مؤذن، والمؤذنون أطول الناس أعناقًا يوم القيامة
“Iya, orang itu adalah Bilal, pemuka para muadzin dan tidaklah mengikutinya kecuali para muadzin. Para muadzin adalah orang-orang yang panjang lehernya di hari kiamat.”
•Setelah berhijrah ke Madinah. Beliau Radhiyallahu anhu memiliki suara yang lantang, sehingga Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam memilih beliau untuk mengumandangkan adzan pertama kali ketika adzan disyari’atkan. Dan dalam banyak kesempatan Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam sering menyuruh beliau Radhiyallahu anhu untuk mengumandangkan adzan. Itulah Bilâl bin Rabâh Radhiyallahu anhu , hamba sahaya yang selanjutnya berubah menjadi Muslim yang taat dan dijanjikan masuk surga. Dalam sebuah riwayat yang shahîh dinyatakan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ الْغَدَاةِ يَا بِلاَلُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ عِنْدَكَ فِي اْلإِسْلاَمِ مَنْفَعَةً فَإِنِّي سَمِعْتُ اللَّيْلَةَ خَشْفَ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ بِلاَلٌ مَا عَمِلْتُ عَمَلاً فِي اْلإِسْلاَمِ أَرْجَى عِنْدِيْ مَنْفَعَةً مِنْ أَنِّي لاَ أَتَطَهَّرُ طُهُوْرًا تَامًّا فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ وَلاَ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُوْرِ مَا كَتَبَ اللَّهُ لِيْ أَنْ أُصَلِّيَ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah bersabda kepada Bilal setelah menunaikan shalat subuh, ‘Wahai Bilal, beritahukanlah kepadaku tentang perbuatan-perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam Islam! Karena sesungguhnya tadi malam aku mendengar suara terompahmu di depanku di surga.’ Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab, ‘Tidak ada satu perbuatan pun yang pernah aku lakukan, yang lebih kuharapkan manfaatnya dalam Islam dibandingkan dengan (harapanku terhadap) perbuatanku yang senantiasa melakukan shalat (sunat) yang mampu aku lakukan setiap selesai bersuci (wudhu) dengan sempurna di waktu siang ataupun malam.’ (HR. Muslim).
WAFATNYA BILAL
•Ketika ajal telah dekat, Bilal memanggil istrinya dan berkata, “Alangkah gembiranya aku, besok aku akan berjumpa dengan kekasihku, Rasulullah dan sahabatnya.”
•Bilal wafat di Damaskus pada tahun 20 H. Saat itu ia berusia 60 tahun.
•Semoga Allah merahmati dan meridhaimu wahai muadzin Rasulullah
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.
Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.
Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.
Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.
Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.
Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.
Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah1 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.
Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”
Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”
Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih,
“Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti ,Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil, Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah ,Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil”
Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.
Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.
Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.
Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.
Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.
Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..
Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”
AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”
Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”
Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan nafas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.
Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.
Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.
Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”
Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat.”
Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.
Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam..BiIal, “pengumandang seruan langit itu."
Menjelang saat-saat kematiannya, pada saat itu Bilal berada di Damaskus. Istrinya berkata “Benar-benar suatu duka.” Tapi Bilal berkata “Tidak. Katakanlah: Benar-benar kebahagiaan, karena besok aku akan menemui Rasulullah S.A.W. dan para sahabat.”
Dapatkah kalian bayangkan, seberapa besar imannya? Dia sedang sekarat, tapi malah merasa senang karena dengan meninggalkan dunia, maka dia akan bertemu dengan Rasulullah. Karena Rasulullah S.A.W. bersabda “Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang yang beriman, dan surga bagi orang-orang kafir.”
Wallahu’alam Bishowab
Barakallahu Fiikum
Semoga bisa diambil hikmah dan ibrohnya(Semangatnya)
Jazaakumullahu Khairan Katsiran

Friday, February 10, 2017

MULTAZAM (PINTU KABAH)

Multazam (Pintu Ka'bah)
Mencari tempat terbaik dirumah Allah, akhirnya mendapatkan tempat itu dibawah basement depan multazam dan dekat dengan keran-keran air zam-zam. Disitu memang penuh sekali, dari berbagai negara selalu ingin sholat disitu karena terlihat jelas multazamnya. Kenalan sama 2 nenek turki (dia ngomong pake bahasa turki dan diajak ngomong bahasa inggris cuma senyum atau jawab tetap bahasa turki, mana saya paham, belum pernah belajar bahasa turki). Ngobrol-ngobrol dan saya bilang I want to go to Turki please dua for me, nenek tersebut menjawab insyaaAllah, see mustafa kata dia, sempet loading apa itu mustafa, aha saya liat nenek itu menggerakan tangannya seperti orang menari, oh i see mustafa, tarian turki itu. Karena saya selalu bawa cookies didalam tas, saya beri nenek itu dan nenek pun memberikan campuran-campuran berbagai macam kacang (enak banget, alhamdulilah), nice to meet you. Sebelah kiri orang Turki, sebelah kanan orang Malaysia namanya makcik latifa, ga begitu susah ngobrol karena sama-sama dari melayu, dia kasih kue sama diambilin air zam-zam. Dia sama keluarganya dari Malaysia dan sudah ke Thaif, katanya di Thaif buahnya besar-besar dan udaranya sejuk. Kita belum diizinkan Allah untuk ke Thaif Qadarullahu, dengan alasan penjaga check pointnya kalau mau ke Thaif harus visa wisata bukan visa umroh, hikss sedih tapi pasti ada hikmah dibalik semuanya, Semoga Allah izinkan tinggal dirumahNya dan kota Nabi.
Sholat jumat minggu kemarin. Dengan terik matahari yang menyengat kulit. Kenalan sama orang jeddah (lupa namanya, ayu inget ga Ryu Stik) dia punya 9 anak, cucunya lupa ada berapa, 5 cicit, pokoknya banyak, berkahnya memiliki anak banyak, ada yang jadi dokter, guru, dll. Ibu itu kelihatan masih muda, kenalan dengan bahasa arab dan inggris seadanya. Si ibu dikasih tolak angin sama ayu, dia bilang enak dan bungkusnya dia simpan untuk dicari dijeddah atau dicari diinternet komputer ketika dirumah.Dan memang kita menunggu sholat jumat dengan panas terik matahari yang menyengat, saya pun sempat tak tahan karena panasnya membuat mimisan. karena gelisah ibu tadi menasehati : Sabar...Sabar... ini panasnya tidak seberapa dari neraka, ini panasnya insyaaAllah mendapat surgaNya.(padahal dia nasehatinnya pake bahasa arab, tapi inti nasehatnya begitu). Langsung jadi adem ibu itu menasehatin begitu, sambil menatap multazam yang teringat hanyalah berdoa, ya berdoa, berdoalah. Selain itu ada anak kecil perempuan sekitar 2 tahun namanya amira, lucu banget anaknya, di kasih biskuit regal dia suka. Ibunya seperti keturunan pakistan/india dan sekarang tinggal di Amerika. Disana dirumah Allah banyak menjumpai orang-orang dari berbagai negara, senangnya. Islam dalam satu tempat dari berbagai negara di Dunia.
Terakhir Nginap didepan Multazam, kenalan dengan orang kashmir (ibunya namanya Aminah, dia lupa siapa namanya dan suaminya seorang ustadz dikashmir namanya Ayyub/yakub gitu) Alhamdulilah dia bisa bahasa inggris. Ayu ngasih tolak angin untuknya, dan responnya bilang hot cold tapi enak. ngobrol macem-macem dan membaca doa bareng di depang multazam dari buku panduan umroh/haji dari kashmir.
Selalu ingin menyapa dan kenalan dengan saudara seiman dari berbagai negara di dunia ini.

Thursday, February 09, 2017

PERJALANAN UMROH-1

Bismillahirahmanirrahim,
Izinkan saya bercerita karena rindu berada disana.
Dari perjalanan umroh ini, cita-cita terbesar saya didunia adalah bisa berada di rumah Allah (Baitullah) dan kota Nabi. Alhamdulilah bisa juga berada disana selama seminggu lebih.
Madinah dan Mekah adalah kota yang dijamin aman oleh Allah, ketika akhir zaman, ketika ada dajjal, kota yang diberkahi oleh Allah. Muslim siapa yang tidak ingin berada disana dirumah Allah dan kota Nabi.
Begitu indah dan damai berada disana, tidak memikirkan urusan dunia,yang dipikirkan hanyalah bagaimana bisa sholat dimasjid, berbuat baik, dan melakukan semua yang baik. Bisa setiap saat minum air yang diberkahi yaitu air zam-zam. Melihat banyak orang disana dari berbagai negara, seperti buih dilautan, tapi tetap berpegang semuanya yang berada disana adalah orang-orang pilihanNya, mungkin caranya saja yang berbeda menyikapi dan menjalankan ibadah disana. Karena begitu cintaNya ingin melihat kekasihNya, antrian panjang dan butuh usaha untuk berada disana, saling membantu, menolong, dan berdoa disana. Semua karena cinta kepada Rasulullah Saw, keluarga, dan para sahabatnya. Cuaca disana yang membuat harus bersabar, sebelumnya ada yang memberitahukan tentang iklim disana ini linknya :http://www.mutiarahadits.com/…/anjuran-untuk-tinggal-di-mad…
Berada di haram Madinah Masjid Nabawi merasakan dekat dengan Rasulullah, hawanya bagaimana beliau dakwah dan hidup disitu.
Ketika diberitahu ustadz mengenai tidak boleh berisik ketika dimasjid, saya pun sangat menjaga semuanya dengan mengikuti nasehat tsb. Tapi banyak orang lain yang didekat makam Rasulullah masih teriak-teriak, dorong-dorongan, dll. Disitu jadi teringat betapa belajar adab itu sangat penting baru mempelajari ilmu. Imam-imam besar sampai berpuluh-puluh tahun mempelajari adab. Adab sangat berpengaruh terhadap sikap dan apa yang kita lakukan.
Untuk itu kita harus mengetahui adab setiap kondisi. Di Raudoh taman surga dimana Rasulullah dimakamkan. Menyebut nama Kekasih Allah setiap saat, serasa dekat melalui shalawat. Semoga bisa bersama Rasulullah ditelagaNya kelak, semoga bisa mendapat syafaat darinya.
Mengunjungi masjid Quba, masjid yang dibangun pertama kali oleh Rasulullah, ke kebun kurma, ke jabal uhud, dimana disitu tanah yang didalamnya banyak darah para syuhada. Jabal uhud kelak ada juga di Surga. Semoga bisa berkumpul dengan orang sholeh dan sholehah melihat jabal uhud disurga kelak. Meninggalkan Madinah sangat sedih, meninggalkan Kekasih Allah Rasulullah. Melihat keadaan perjalanan dari Madinah ke mekah, terlihat bukit-bukit, jalan berbatu dan gurun pasir, jadi membayangkan perjalanan Rasulullah ketika hijrah dari Mekah ke Madinah, terharu demi Islam Rasulullah berdakwah dengan berbagai keadaan yang luar biasa. Saya sudah tinggal ditempat yang enak, naik angkutan dengan mudah, penerangan yang megah, saya masih saja mengeluh dengan nikmat yang begitu banyak dan indah. Tapi melihat keadaan bukit-bukit yang dilalui Rasulullah saya menjadi malu tak seharusnya saya mengeluh dengan setiap keadaan. Ustadz Asep sobari, Lc menjelaskan itulah yang dinamakan proses tawakal Rasulullah, dengan keadaan begitu Rasulullah terus berdakwah demi agama Allah dan menyebarkannya. Tawakal ya dari hal tersebut belajar apa itu tawakal yang sebenarnya, terus berjuang tanpa mengenal menyerah demi agama Allah. Semua dari Allah dan kembali kepada Allah. Ambil Miqot niat umroh di bir Ali, selama dijalan merinding membaca kalimat talbiyah "Laabaikallahummaa Laabaik..." deg-degan mau datang kerumah Allah, mengunjungi rumah Allah dengan penuh dan banyak dosa. Katanya karena banyak dosa makanya dipanggil kerumah Allah. Ya Allah saya malu, semoga Allah mengampuni segala dosa yang diperbuat. Setelah sampai Rumah Allah, terharu bisa berada disana, yang sebelumnya hanya melihat digambar, sekarang benar-benar didepan mata, memegangnya, air mata terus mengalir. Karena dirumahNya semua rasa dan keinginan disampaikan melalui doa-doa sambil tawaf, setalah tawaf sai dari shafa ke marwah, teringat kisah ummi hajar bersama ismail ketika ditinggal berdua ditengah gurun pasir yang gersang, disaat itu ummi hajar berlari 7 kali untuk bertawakal, akhirnya kaki ismail dapat mengeluarkan air zam-zam dari gurun pasir, air tersebut sampai sekarang masih mengalir terus dan berkah. Pengen foto tapi takut mengurangi rasa khusyu jadi tidak ada begitu banyak foto, berdoa untuk ayah ibu, adik-adik, saudara, teman-teman, indonesia dan dunia. Berdoalah selagi dirumah Allah, minta segalanya, curahkan semua perasaan. Pengen sekali tinggal dan mati disana, di Rumah Allah (Baitullah) Mekah atau di kota Nabi Madinah. Untuk saat ini Allah belum izinkan, rindu dan cinta yang masih tertinggal disana, semoga Allah panggil kembali kerumahNya untuk tinggal dan mati disana.
Jazaakumullahu khairan katsiran atas semuanya yang telah mewujudkan cita-cita ini. Terima kasih yang tidak bisa disebutkan namanya satu-satu. Mohon maaf lahir batin atas segalanya, semoga bisa berkumpul disurgaNya, allahummaa aamiin
Jika ada kesalahan cerita mohon maaf.
Nurina Utami
29 Januari-06 Februari 2017