Bicara tentang AADC, bicara tentang Cinta dan Rangga, berarti tak bisa lepas dari bicara tentang puisi. Karena puisi mereka bertemu, dengan puisi mereka bersama, dan ada puisi ketika mereka berpisah. Tsah, kenapa aku juga jadi ikutan puitis gini.
Tidak ada New York hari ini
Tidak ada New York kemarin
Aku sendiri dan tidak berada di sini
Semua orang adalah orang lain
Bahasa Ibu adalah kamar tidurku
Kupeluk tubuh sendiri
Dan Cinta, Kau tak ingin aku
mematikan mata lampu
Jendela terbuka
dan masa lampau memasukiku sebagai angin
Meriang. Meriang. Aku meriang.
Kau yang panas di kening, kau yang dingin dikenang
Ketika aku bertanya kepadamu tentang cinta
Well, di AADC 2, Rangga belum bisa terpisah dari puisi. Sosok penulis yang menciptakan puisi-puisi Rangga adalah seorang penyair bernama Aan Mansyur. Ada 4 puisi yang dibawakan dalam film, tapi bukan dalam versi utuh.
1. Tidak Ada New York Hari Ini
Ini puisi yang dibacakan ketika Rangga di New York pada awal film. Yang paling mengena adalah bagian
Tidak ada New York hari ini
Tidak ada New York kemarin
Aku sendiri dan tidak berada di sini
Semua orang adalah orang lain
Bahasa Ibu adalah kamar tidurku
Kupeluk tubuh sendiri
Dan Cinta, Kau tak ingin aku
mematikan mata lampu
Jendela terbuka
dan masa lampau memasukiku sebagai angin
Meriang. Meriang. Aku meriang.
Kau yang panas di kening, kau yang dingin dikenang
2. Ketika Ada Yang Bertanya Tentang Cinta
kau melihat langit membentang lapang
menyerahkan diri untuk dinikmati, tapi menolak untuk dimiliki
Ketika kau bertanya kepadaku tentang cinta,
aku melihat nasib manusia
terkutuk hidup di bumi
bersama jangkauan lengan mereka yang pendek
dan kemauan mereka yang panjang
Ketika aku bertanya kepadamu tentang cinta,
kau bayangkan aku seekor burung kecil yang murung
bersusah payah terbang mencari tempat sembunyi
dari mata peluru para pemburu
Ketika kau bertanya kepadaku tentang cinta
aku bayangkan kau satu-satunya pohon yang tersisa
kau kesepian dan mematahkan cabang-cabang sendiri
Ketika ada yang bertanya tentang cinta,
apakah sungguh yang dibutuhkan adalah kemewahan kata-kata
atau cukup ketidaksempurnaan kita?
3. Batas
Semua perihal diciptakan sebagai batas
Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain
Hari ini membelah membatasi besok dan kemarin
Besok batas hari ini dan lusa
Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota,
bilik penjara, dan kantor wali kota,
juga rumahku, dan seluruh tempat di mana pernah ada kita
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta
Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi dipisahkan kata
Begitu pula rindu
Antar pulau dan seorang petualang yang gila
Seperti penjahat dan kebaikan dihalang ruang dan undang-undang
Seorang ayah membelah anak dari ibunya dan sebaliknya
Atau senyummu dinding di antara aku dan ketidakwarasan
Persis segelas kopi tanpa gula pejamkan mimpi dari tidur
Apa kabar hari ini?
Lihat tanda tanya itu
Jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi
Di film, puisi ini adalah puisi yang diberikan Rangga untuk Cinta sebagai permintaan maaf. Saat itu, Cinta marah karena pertanyaan Rangga yang terdengar sinis ketika mereka akan berpisah. Ketika mengantar Cinta pulang ke penginapan, Rangga pun meminta maaf dan berjanji untuk memberikan sesuatu kepada Cinta. Puisi ini diberikan Rangga di Klinik Kopi, salah satu kedai kopi di Jogja.
Kata Rangga, "Puisi ini saya tulis ketika saya di bandara. Jangan dibaca sekarang".
Cinta membaca puisi ini ketika dia sudah tiba di Jakarta.
4. Akhirnya kau hilang
Akhirnya kau pergi dan aku akan menemukanmu di mana-mana
Di udara dingin yang menyusup di bawah pintu
Atau di baris-baris puisi lama yang diterjemahkan dari bahasa
Di sepasang mata gelandangan yang menyerupai jendela berbulan-bulan tidak dibersihkan
Atau di balon warna-warni yang melepaskan diri dari tangan seorang bocah
Akhirnya kau pergi dan aku akan menemukanmu di jalan-jalan
Atau bangku-bangku taman yang kosong
Aku menemukanmu di salju yang menutupi kota
Seperti perpustaan sastra
Aku menemukanmu di gerai-gerai kopi, udara, dan aroma makanan yang keluar atau terlalu matang
Aku menemukanmu berbaring di kamarku yang kosong
Saat aku pulang dengan kamera di kepala
berisi orang-orang pulung yang tidak ku kenal
Kau sedang menyimak lagu yang selalu kau putar
Buku cerita yang belum kelar kau baca
Bertumpuk bagai kayu lapuk di dadaku
Tidak sopan kataku mengerjakan hal-hal tapi tetap kesedihan
Akhirnya kau hilang, kau meninggalkan aku
Dan kenangan ini satu-satunya akar getah yang tersisa
No comments:
Post a Comment