CLOCK


Mutiara Harian

Thursday, August 06, 2015

Bila Orang Tua Mulai Susah Makan

Malnutrisi atau kondisi gizi buruk memang banyak terjadi pada orang usia lanjut (usila). Malnutrisi tidak harus berarti kurang gizi, tetapi bisa juga kelebihan gizi atau gizi tak seimbang. Banyak faktor yang membuat orang usia lanjut berisiko tinggi mengalami malnutrisi. Menurut Dr. dr. Nina Kemala Sari, Sp.PD, K-Ger, Staf Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI, fungsi penginderaan manusia biasanya menurun seiring proses penuaan.

Daya pengecap yang menurun akan membuat orang tua kehilangan selera makan, sehingga akhirnya mereka malas makan atau makan (terlalu) sedikit. Kondisi gigi yang mulai goyah atau sudah bertanggalan juga membuat mereka tidak kuat lagi mengunyah makanan yang relatif keras atau alot. Kondisi pencernaan para usila biasanya juga mulai bermasalah, karena fungsi usus dan lambung sudah melemah. Misalnya, makan pedas sedikit, langsung diare.
 
Kehilangan selera makan juga bisa berasal dari kurangnya perhatian atau kepedulian dari orang-orang di sekitarnya (anak, perawat, pembantu). Mereka mungkin kurang peduli apakah makanan yang disediakan cocok atau tidak dengan selera atau kondisi gigi dan pencernaan orang tua. Mungkin masakannya terlalu manis, terlalu keras, atau terlalu pedas, sehingga orang tua tidak bisa makan dengan cukup. Atau bisa jadi alasannya hanya karena mereka tak suka makan sendirian di rumah –sementara anak-anak dan cucu sibuk dengan urusan mereka sendiri di luar rumah. “Tapi karena tidak ingin merepotkan anak atau orang yang merawatnya, biasanya orang tua tidak mau mengeluh dan menyimpan masalahnya sendiri,” tutur Dr. Nina. Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan juga tak kalah banyak berkontribusi pada kejadian malnutrisi pada orang usia. 
Menurunnya aktivitas gerak yang cukup signifikan juga membuat orang tua tidak gampang merasa haus. Bahkan banyak orang tua yang menderita Alzheimer kehilangan kemampuan untuk merasakan haus. Kalau kondisi ini terabaikan dalam jangka waktu panjang, jangan heran kalau orang tua kita tahu-tahu didiagnosis menderita dehidrasi! Kekurangan serat juga akan membuat orang tua banyak diserang konstipasi (sulit buang air besar). Bila berlangsung terus menerus, kondisi sulit BAB ini bisa memicu penyakit wasir atau bahkan kanker usus. Sedangkan bila kekurangan kalsium, osteoporosis akan lebih mudah menyerang tulang mereka.
 
Diet yang terlalu ketat juga berisiko tinggi membuat orang tua mengalami malnutrisi. Apalagi biasanya orang tua suka bersikap berlebihan dalam menerapkan aturan diet dan pantangan-pantangan dari dokter. “Misalnya, kalau dokter menganjurkan agar mengurangi konsumsi garam, mereka akan berhenti makan garam sama sekali. Padahal bila tubuh kekurangan garam (Natrium), orang bisa mendadak pingsan bahkan koma,” Dr. Nina menjelaskan. Rupanya itu pula yang terjadi pada ibunda Erina. “Karena punya bakat darah tinggi, sejak usia 60-an Mama sudah melakukan diet garam, juga diet gula. Mama mengatur dietnya sendiri tanpa konsultasi ke dokter, dan makin lama dietnya juga makin ekstrem. Mama nyaris tidak mau ada garam atau gula pada makanan dan minumannya,” kata Erina.


 
Karena itu, selain rutin berkonsultasi ke dokter untuk menangani penyakit-penyakit yang diderita orang tua kita, ada baiknya kita juga berkonsultasi ke dokter ahli nutrisi untuk memperbaiki status nutrisi mereka, agar mereka bisa menjalani sisa hidup dengan sehat dan berkualitas. Selain itu, bila kita melihat orang tua kita yang biasanya aktif mulai menunjukkan perubahan perilaku, misalnya menjadi malas melakukan apa pun, bersikap pasif, atau menjadi rewel tanpa alasan, jangan kita lantas menjadi emosional atau sekadar mengeluh. “Cobalah cari tahu ada apa di baliknya, termasuk dari kondisi nutrisinya sehari-hari,” saran Dr. Nina.
Jangan diabaikan!
Bila orang tua Anda terlihat mulai susah makan atau makan sedikit sekali, jangan biarkan kondisi itu hingga berlarut-larut.
1. Cek kondisi gigi mereka. Kalau sudah banyak yang goyah atau tanggal, lebih baik buatkan mereka gigi palsu. Atau bila gigi palsu mereka sudah longgar sehingga tidak nyaman lagi dipakai mengunyah, gantilah dengan yang baru.
2. Memasuki usia 30-an, kita memang disarankan untuk mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak. Tapi bukan berarti tidak mengonsumsinya sama sekali, karena ketiga unsur tersebut tetap diperlukan tubuh.
3. Sedikit tapi sering. Ada kalanya, orang tua memang tidak mampu lagi menelan makanan dalam jumlah cukup. Kalau asupan dalam sekali makan dianggap kurang, Anda bisa membaginya dalam 5 – 10 kali waktu makan dalam sehari. Meskipun sedikit-sedikit, kalau ditotal tetap memenuhi kebutuhan nutrisi harian.
4. Meski sudah harus mengonsumsi makanan khusus, tetap perhatikan kelengkapan gizi dalam makanan orang tua Anda: karbohidrat, protein (lauk pauk nabati atau hewani), serat dan vitamin (sayur dan buah), susu.
5. Rutin melakukan penapisan status nutrisi orang tua Anda dan berkonsultasi ke ahli nutrisi.


Tina Savitri
 

Sumber : http://www.pesona.co.id/relasi/keluarga/bila.orang.tua.mulai.susah.makan/003/001/71

Friday, July 31, 2015

TEKA-TEKI OSPEK/MOS MASA ORIENTASI SISWA/SISWI

Teka-teki MOS/OSPEK. Semoga bermanfaat!🎈
1. air putih = susu
2. air bening = air putih
3. air anget = air jahe
4. susu ngantuk = susu bantal
5. oli = kopi
6. santan sapi murni = Susu cair putih
7. P3k = oky jell
8. minuman energi=extra joss
9. tinta merah:sirup merah
10. the hijau gembira bunga melati = joy tea
11. Penampung air ukuran 600ml+selangnya = Minuman Botol 600ml+ sedotan
12. susu penurut=susu yes
13. Bilangan ‘2,3,5’ = Aer minum cap Prima
14. Telletubbies mencari keringat = po Cari Sweat
15. Minuman Dwi panzer = Air Merk 2tang
16. Minuman Kanibal= Nutri sari (jeruk makan jeruk)
17. usus Merdeka = Susu Bendera
18. botol minum team = CLUB
19. minuman istri aladin = teh kotak
20. minuman spiritus = pepsi blue
21. susu macan=milkuat
22. Cahaya Matahari yang mencair=sunlight
23. minuman orang bangsawan = Royal jelly
24. Minuman yg di hormati = susu cap bendera
25. air lumpur = susu coklat
26. minuman ms.universe = uc 1000
27. minuman wilayahku = mizone
28. minuman 6t = vit
29. minuman bengkel = 2 tang
30. Minuman pahlawan = ultramilk
31. teh bulan=moontea
32. alat bengkel buah = frutang
33. minuman lembut = soft drinks
34. darah beku = cincau
35. air gunung = air aqua
36. minuman hutan = jungle jus
37. alat bengkel buah = frutang
38. sprite tak bersoda = air putih
39. Alat Terbang harry potter 2011/2012 = sapu
40. Pulpen biasa saja = standard
41. Pulpen cepat = faster
42. pulpen terbang = pilot
43. lengket rapet/jaring spiderman = lem atau lakban
44. kotak dekat atas = kotak pasta gigi close up
45. Tentara dalam barak = sekotak korek api
46. alat tulis mentega terbang = butterfly
47. buku merk ‘kakak laki-laki’= buku merk Aa
Makanan:
• nasi jelek : nasi goreng
• nasi perang = nasi goreng
• nasi pocong = lontong
• sayur campur = sayur asem
• cacing goreng = mie goreng
• cacing rebus = mie rebus
• nasi belum mateng = beras
• coklat rihana = coklat payung
• Monyet2 gila = momogi
• Triplek isi Pasir : Creaker
• makanan bulan = keju/terang bulan
• kacang ilmuwan = kacang pilus/kacang sukro/kacang atom
• batu bata italy = tango
• biskuit 3 rahasia mungkin maksudnya oreo (diputar, dijilat & dicelupin)
• buah malam minggu = apel
• makanan pelaut = bayam
• bantal tepung terigu = roti bantal deh kayaknya
• spongebob coklat lembek = Brownies
• ikan harta karun = Ikan Mas
• bakal ayam = telur
• buah ketakutan = buah pear
• buah washington kayaknya apel merah
• Kentut Stela = qtela
• Bantal Sobek isi nya Tanah liat = roti sobek isi coklat
• Guling Sobek rasa darah = roti panjang isi stroberi
• sayur cina=cap cay
• buah mandarin=buah naga / jeruk mandarin
• ikan masuk angin=ikan kembung
• cokalt balok = chungky bar
• telur udik cap rt/rw = telor asin, biasa kan ada cap2nya gitu
• telephone hewan khas china = biskuit hello panda
• tongkat badai cokelat = twister choco stick
• buah teh macintosh = fruit tea apel
• panggangan orang belanda cokelat = klapertart
• pesisir melingkar keju = richeese / rings
• transjakarta bertenaga macan = biskuat
• cokelat lebih baik = better
• cokelat peralatan kucing = kit kat
• permen pria bertepuk = permen mentos
• buah harajuku = buah j-rock = buah jeruk
• tongkat keberuntungan : lucky stick
• minuman ringan membangkitkan ulama=NU Green Tea
• biskuit dengan texline”brr..brr..brr ” = oreo ungu
• biskuit super=biskuat
• bread essence = sari roti
• Biskuit lebih baik = Better
• Snack monyet petualang = Taro
• Wafer coklat merk oli = TOP
• Tongkat host happy song = coki-coki
• Buah dad say yes (bahasa inggris) = PAPAYA
• rumah iglo=nasi yang dibentuk kayak direstoran
• telor mata kedip=telor mata sapi
• sayur kuah 5 warna=sop (berkuah,isinya warna warni kayak wortel kentang dsb)
• Dewi Sri Berjemur = nasi Goreng
• Dodol Sapi = SOZZIS
• 1+lada=Selada
• T+Kekebalan = Timun
• Bulan Sabit = Pisang
• Binatang Dua Huruf Kriuk2 = Kerupuk Udang
• Buah Upacara = apel
• kerupuk union = Kerupuk Bawang
• Stempel AIR = Cap Cay
• pembalut anggrek (makanan) = antara roti orchid n metega merek orchid butter
• keripik cinta = minori (bentuk kripiknya hati )
• landak fruit = salak
• Coklat pintar ya smarties
• buah nyanyian kedamaian = pisang
• makanan pelancong = snack Tourist
• pisang1sisir=pisang ama sisir 1
• snack anak ayam = chiki
• Mahadewi hangus : nasi goreng atau nasi bakar
• Batu banda belanda= Oncom.
• permen penyelamat = permen karet
• buah ciuman matahari : sunkis
• sabit merah = semangka
• Pesawat akhir alphabet = chiki Jet-Z
• Nasi band = nasi bluben
• buah raja mesir = pear
• telur gunung berapi = telor balado
• sayur butek = sayur lodeh
• iPod hijau = apel hijau
• coklat marshanda= cha cha
• Chiki Bohong = Lays
• roti tukul = roti sobek
• sayur cap air = capcai
• chiki mal Jakarta = cheetos
• buah malem minggu = apel
• buah sedih = apel malang
• snack bohong = lays
• roti ngomong = breadtalk
• buah cium matahari = jeruk sunkist
• biskuit 3 cara = oreo
• permen sapi terbang = espresso
• ikan berdiri = teri jengky
• telor kotak = martabak
• ratu perak = silverqueen
• Spongebob goreng = roti goreng
• Kedelai semen = tempe
• Telor kerajaan = eggkingdom
• Ratu perak berjerawat = silverqueen mete
• Chiki kentut = Oops
• Susu puncak= cimory
• Coklat Rihana = coklat payung
• Kue Dewa = wafer superman
• permen bersama = fox
• kentang diinjek = perkedel
• kue gunung hijau = kue ape
• the jak dari medan = jeruk medan
• coklat puncak = top
• snek angin puyuh = twister
• toge kol 2003 = bakwan
• shiro rice = nasi putih
• teriakan ampe puas= tempe
• ubin berkacang= silverqueen
• akar hangat= jahe
• keramik hitam manis =coklat
• coklat puncak= top
• snack angin puyuh = twister
• permen zebra = blaster
• wafer cadel = wafle
• kacang berlumut= kacang ijo
• batu manis Nigeria= gula jawa
• coklat pahlawan : superman
• chiki aing beuki : chiki ku suka
• the jak dari medan : jeruk medan
• biscuit kenapa : biskuat
Like & share biar pada taauu

Sumber : https://www.facebook.com/onpu.shi.erd/posts/10204328705565779?fref=nf&pnref=story

Wednesday, July 08, 2015

Lailatul Qadar- Malam Seribu Bulan



SIAPAKAH YANG MENDAPATKAN KEUTAMAAN LAYLATUL QODR ?
Kapan lailatul qodar?
Di 10 hari terakhir pada bulan ramadhan..
Seringnya terjadi di malam ganjil. Walaupun tidak menutup kemungkinan di malam genap.
Berapa lama rentang waktunya?
lailatul qadar terjadi sepanjang malam, sejak maghrib hingga subuh.
Allah ta’ala berfirman
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr: 3 – 5)
Karena lailatul qadar berada pada rentang dari maghrib sampai subuh, maka peristiwa apapun yang terjadi sepanjang rentang itu berarti terjadi pada lailatul qadar.
Sehingga :
1. Orang yang shalat maghrib di malam itu berarti dia shalat maghrib ketika lailatul qadar
2. Orang yang shalat isya di malam itu berarti dia shalat isya ketika lailatul qadar
3. Orang yang shalat tarawih di malam itu berarti dia shalat tarawih ketika lailatul qadar
4. Orang yang sholat sunnah apa saja dimalam itu berarti ia sholat sunnah dimalam lailatulqodar
5. Orang yang membaca Alqur’an dimalam itu maka ia berarti membaca Alqur’an dimalam lailatulqodar.
6. Orang yang sedekah atau wakaf di malam itu berarti dia sedekah atau wakaf ketika lailatul qadar
7. Dll
Sungguh Menakjubkan begitu besar kasih sayang Allah kepada kaum muslimin…
Beramal sekali tapi pahalanya SERIBU (1000) bulan setara dengan 83 tahun lebih
Berapa tahun umur anda ? Apa jika diberi umur 83th pasti bisa beramal selama rentang waktu sepanjang itu?
Rahmat Allah disini bukanlah hanya omong kosong belaka namun ini langsung Allah firmankan dalam Alqur’an surat Al Qodar..
Berfikirlah kawan.. apa saja yang akan engkau siapkan untuk 10 hari terakhir itu.
👤 Ustadz Abu Riyadl, حفظه الله تعالى

PADA sepuluh malam terakhir di bulan ramadhan merupakan saat-saat menantikan datangnya malam lailatul qadar, sebab tidak ada yang tahu kapan datangnya malam tersebut.
Sehingga bagi umat muslim sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata:
”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang mesti aku ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku), “ (HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6: 171. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun …” tidak terdapat dalam satu manuskrip pun. Lihat Tarooju’at hal. 39)
Pada malam-malam terakhir ini umat islam penuh harap untuk menemukan malam lailatul qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Oleh karena itu, agar kita tidak melewatkan malam spesial ini, maka kita harus mengetahui tanda-tanda malam lailatul qadar berdasarkan dalil-dalil yang telah disampaikan oleh rasulullah SAW.
Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Ada beberapa dalil yang membicarakan tanda-tanda lailatul qadar, namun itu semua tidaklah nampak kecuali setelah malam tersebut berlalu,”( Fathul Bari, 4: 260).
Di antara yang menjadi dalil perkataan beliau di atas adalah hadits dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru.” (HR. Muslim no. 762).
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475).
Jika demikian, maka tidak perlu mencari-cari tanda lailatul qadar karena kebanyakan tanda yang ada muncul setelah malam itu terjadi. Yang mesti dilakukan adalah memperbanyak ibadah di sepuluh hari terakhir
Ramadhan, niscaya akan mendapati malam penuh kemuliaan tersebut. Amin.


Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata,
“Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti kuucapkan?”
Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdo’alah:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni
(Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku).”
(HR. Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850)



I'TIKAF KHALWAH DENGAN ALLĀH 😌
Ada 1 ungkapan yang menarik yang diungkapkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullāh Ta'āla di kitab Za'adul Ma'ād. Beliau mengatakan bahwasanya:
"Hakikat i'tikaf adalah khalwah dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla."
Fungsi pokok i'tikaf adalah seperti perkataan Ibnul Qayyim adalah al-khalwah, yang artinya bersepi-sepi, berduaan hanya dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Hati setiap manusia memerlukan saat-saat untuk mengadu kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, saat-saat dimana kita bermunajat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kondisi dimana tidak ada yang mengganggu antara kita dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Oleh karena itu, saat i'tikaf di masjid kita sebaiknya melakukan ibadah-ibadah individual dimana tidak diganggu orang, tidak ada orang datang mengajak ngobrol, tidak ada orang yang lewat hilir mudik, sehingga bisa maksimal dalam bermunajat dan berdua dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Ini merupakan satu hal yang hendaknya disadari oleh setiap orang yang di bulan Ramadhān ini yang berniat untuk menjalankan sunnah ber i'tikaf di 10 hari terakhir di bulan Ramadhān.
Bila membawa teman untuk i'tikaf sekiranya akan membuat kita sibuk dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, yang mengurangi saat kita berkhalwat, atau bahkan tersibukkan oleh hal yang sia-sia maka MENYENDIRILAH. Tidak perlu kita umumkan akan beri'tikaf di masjid ini dan itu, selain membuka potensi riya juga potensi menyia-nyiakanmomen-momen indah bersama Sang Khalik, Sang Pencipta, Tuhan semesta alam, Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Selamat bersepi-sepi 



JANGAN TERKECOH!! LAILATUL QADR BISA TERJADI DI MALAM GENAP 😅

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa sepantasnya bagi seorang muslim untuk mencari malam lailatul qadar di seluruh sepuluh hari terakhir. Karena keseluruhan malam sepuluh hari terakhir bisa teranggap ganjil jika yang dijadikan standar perhitungan adalah dari awal dan akhir bulan Ramadhan. Jika dihitung dari awal bulan Ramadhan, malam ke-21, 23 atau malam ganjil lainnya, maka sebagaimana yang kita hitung. TETAPI jika dihitung dari Ramadhan yang tersisa, maka bisa jadi malam genap itulah yang dikatakan ganjil.

Perhatikan hadits berikut:
“Carilah malam Lailatul Qadr di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Bisa jadi Lailatul Qadr ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa.” (HR. Bukhari no. 2021).

Jika bulan Ramadhan 30 hari, dengan menghitung mundur, maka kalau menghitung sembilan malam yang tersisa, maka dimulai dari malam ke-22. Jika tujuh malam yang tersisa, maka malam lailatul qadar terjadi pada malam ke-24. Sedangkan lima malam yang tersisa, berarti Lailatul Qadr pada malam ke-26, dan seterusnya. 😉

Jadi jangan mengkhususkan giat beribadah, i'tikaf di masjid hanya pada malam-malam ganjil saja, bisa-bisa justru terjadi di malam genap dimana kita sedang asik bersantai-santai di rumah. Ingat bahwa di bulan Ramadhan ini, Allah Ta'ala menguji ketaqwaan hamba-Nya, siapakah yang benar-benar bertaqwa?

Semoga Allah memudahkan kita bersemangat dalam ibadah di akhir-akhir Ramadhan dan semoga kita termasuk di antara hamba yang mendapat malam yang penuh kemuliaan.


EPARUH RAMADHAN

Separuh Ramadhan.
ku coba melihat pancaran rembulan di langit malam..
bulat.. bersih.. pertanda separuh ramadhan berlalu..

lalu..
ku coba membuka lembaran bacaan al-Qur'an..
adakah separuhnya sudah ku baca dengan baik..
aah.. sungguh merugi bila belum..

kemudian..
ku coba melirik catatan tarawih shalat malam..
oh.. ternyata masih banyak hari kosong karena lelah atas kesibukan yang menyita..
masih tersisa separuh ramadhan..

entah ku 'tak tahu..
akankah diberi umur hingga bulan bertabur barakah ini berlalu..
sebab kemarin ku mendengar..
ada kawan meninggal saat ia sedang tertidur.. tanpa sakit..
bila pun hingga akhir.. entah..
apakah dosaku terampuni saat ramadhan berlalu..

وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ

".. dan celakalah seseorang yang mendapati bulan Ramadhan, kemudian melewatinya sebelum dosa-dosanya diampuni.."

(Hasan shahih, HR at-Tirmidzi: 3545)

tekadku..
memanfaatkan sebaiknya waktu yang ada sekarang..
iya.. sekarang.. bukan esok yang tak pasti datang..



Ramadhan lengkap dengan I’tikaf
Disunahkan melakukan i’tikaf selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan bagi orang yang memiliki kemampuan dan tidak memiliki halangan.
.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا،: «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ»
.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam selalu melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau, kemudian para istri beliau melakukan i’tikaf sepeninggal beliau.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mencari-cari tanda tanda lailatul qadar . Yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memperbanyak ibadah saja di akhir-akhir Ramadhan,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)
Tanda Malam Lailatul Qadar::.
1- Keadaan matahari di pagi hari, terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru
Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadhan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru.” (HR. Muslim no. 762)
2- Kedaan malam tidak panas, tidak juga dingin, matahari di pagi harinya tidak begitu cerah nampak kemerah-merahan
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475)
10 malam terakhir Ramadhan.
Jangan biarkan Ramadhan datang dan berlalu pergi begitu saja. Pastikan kita rebut peluang dan ganjaran yang ada padanya.
Allahumma Aamin
Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan bahwa malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.[1] Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini adalah benar.
Keutamaan Lailatul Qadar
Pertama, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ , فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ , تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ , سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga.[2] Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.[3]
Kedua, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”[4] Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.[5]
Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[6]
Kapan Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan
Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.”[7]
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”[8]
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun[9]. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”[10] Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.[11]
Do’a di Malam Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam– sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”[12]
Tanda Malam Qadar
Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.”[13]
Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot. [14]”[15]
Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.”[16]
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
‘Aisyah menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.”[17]
Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’[18]), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”[19]
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu.[20]
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, maka ia berarti telah dinilai menghidupkan malam tersebut”.[21] Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an.[22] Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[23]
Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.”[24]
Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika itu adalah,
Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf.[25]
Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya.
Memperbanyak istighfar.
Memperbanyak do’a.[26]
-Muhammad Abduh Tuasikal-
[1] Lihat Zaadul Masiir, 9/182.
[2] Lihat Zaadul Masiir, 9/192.
[3] Lihat Zaadul Masiir, 9/194.
[4] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341
[5] Zaadul Masiir, 9/191.
[6] HR. Bukhari no. 1901.
[7] HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169.
[8] HR. Bukhari no. 2017.
[9] Fathul Bari, 4/262-266.
[10] HR. Bukhari no. 2021.
[11] Fathul Bari, 4/266.
[12] HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun …” tidak terdapat satu dalam manuskrip pun. Lihat Tarooju’at hal. 39.
[13] HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18/361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475.
[14] HR. Muslim no. 762.
[15] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/149-150.
[16] HR. Ahmad 2/385, dari Abu Hurairah. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[17] HR. Muslim no. 1175.
[18] Inilah pendapat yang dipilih oleh para salaf dan ulama masa silam mengenai maksud hadits tersebut. Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 332.
[19] HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174.
[20] Latho-if Al Ma’arif, hal. 331.
[21] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 329.
[22] ‘Aunul Ma’bud, 4/176.
[23] HR. Bukhari no. 1901.
[24] Latho-if Al Ma’arif, hal. 341
[25] Dalam at Tamhid (17/397), Ibnu Abdil Barr berkata, “Para pakar fiqh dari berbagai kota baik Madinah, Iraq dan Syam tidak berselisih pendapat bahwa mushaf tidaklah boleh disentuh melainkan oleh orang yang suci dalam artian berwudhu. Inilah pendapat Imam Malik, Syafii, Abu Hanifah, Sufyan ats Tsauri, al Auzai, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Tsaur dan Abu Ubaid. Merekalah para pakar fiqh dan hadits di masanya.”
[26] Lihat Fatwa Al Islam Su-al wa Jawab no. 26753.
Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan bahwa malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.[1] Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini adalah benar.
Keutamaan Lailatul Qadar
Pertama, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ , فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ , تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ , سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga.[2] Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.[3]
Kedua, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”[4] Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.[5]
Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[6]
Kapan Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan
Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.”[7]
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”[8]
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun[9]. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”[10] Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.[11]
Do’a di Malam Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam– sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”[12]
Tanda Malam Qadar
Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.”[13]
Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot. [14]”[15]
Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.”[16]
Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
‘Aisyah menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.”[17]
Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’[18]), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”[19]
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu.[20]
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, maka ia berarti telah dinilai menghidupkan malam tersebut”.[21] Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an.[22] Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[23]
Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.”[24]
Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika itu adalah,
Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf.[25]
Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya.
Memperbanyak istighfar.
Memperbanyak do’a.[26]
-Muhammad Abduh Tuasikal-
[1] Lihat Zaadul Masiir, 9/182.
[2] Lihat Zaadul Masiir, 9/192.
[3] Lihat Zaadul Masiir, 9/194.
[4] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341
[5] Zaadul Masiir, 9/191.
[6] HR. Bukhari no. 1901.
[7] HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169.
[8] HR. Bukhari no. 2017.
[9] Fathul Bari, 4/262-266.
[10] HR. Bukhari no. 2021.
[11] Fathul Bari, 4/266.
[12] HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun …” tidak terdapat satu dalam manuskrip pun. Lihat Tarooju’at hal. 39.
[13] HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18/361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475.
[14] HR. Muslim no. 762.
[15] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/149-150.
[16] HR. Ahmad 2/385, dari Abu Hurairah. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[17] HR. Muslim no. 1175.
[18] Inilah pendapat yang dipilih oleh para salaf dan ulama masa silam mengenai maksud hadits tersebut. Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 332.
[19] HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174.
[20] Latho-if Al Ma’arif, hal. 331.
[21] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 329.
[22] ‘Aunul Ma’bud, 4/176.
[23] HR. Bukhari no. 1901.
[24] Latho-if Al Ma’arif, hal. 341
[25] Dalam at Tamhid (17/397), Ibnu Abdil Barr berkata, “Para pakar fiqh dari berbagai kota baik Madinah, Iraq dan Syam tidak berselisih pendapat bahwa mushaf tidaklah boleh disentuh melainkan oleh orang yang suci dalam artian berwudhu. Inilah pendapat Imam Malik, Syafii, Abu Hanifah, Sufyan ats Tsauri, al Auzai, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Tsaur dan Abu Ubaid. Merekalah para pakar fiqh dan hadits di masanya.”
[26] Lihat Fatwa Al Islam Su-al wa Jawab no. 26753.



Sumber : 
1. https://www.facebook.com/tadabburdaily
2. https://www.facebook.com/alhikmahjkt?fref=photo

BAGAIMANA WANITA HAID MENGHIDUPKAN LAILATUL QADAR?

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb,
Ustadz, jika seorang wanita sedang haid pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, bagaimana caranya ia bisa mengisi dan menghidupkan sepuluh malam terakhir itu untuk bisa mendapatkan kemuliaan lailatul qadar?
Hamba Allah.
Jawab:
Wa’alaikumsalam wr. wb,
Allah Subhanallahu ta’ala memberikan banyak keutamaan dan kemuliaan bagi umat Nabi Muhammad dibandingkan dengan umat-umat lainnya. Di antara keutamaan itu adalah nikmat lailatul qadar, yaitu malam yang penuh berkah dan kemuliaan.
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَ‌كَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِ‌ينَ ﴿٣﴾ فِيهَا يُفْرَ‌قُ كُلُّ أَمْرٍ‌ حَكِيمٍ
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (QS. Al-Dukhan [44]: 3-4).
Dalam surat al-Qadr, Allah Subhanallahu ta’ala juga menjelaskan bahwa pada malam inilah al-Qur`an sebagai hidayah bagi umat manusia diturunkan; Beribadah pada malam ini lebih baik dari pada beribadah seribu bulan; Para malaikat bersama malaikat Jibril turun pada malam ini dengan membawa rahmat dan berkah; Malam ini adalah malam yang penuh kedamaian dan kesejahteraan bagi orang-orang beriman, dan malaikat pun memberikan salam kepada orang beriman sampai terbit fajar.
Dalam tafsir Ibnu Katsir dan Thabari, disebutkan riwayat lain dari Mujahid, beliau berkata, “Ada seorang laki-laki dari Bani Israel yang selalu menghidupkan malamnya dengan ibadah sampai subuh, kemudian pada siang hari dia berjihad melawan musuh sampai sore, dan ia melakukan itu selama seribu bulan, maka Allah menurunkan (لَيْلَةُ الْقَدْرِ‌ خَيْرٌ‌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ‌) dimana menghidupkan malam qadar itu lebih baik dari amalan laki-laki Bani Israel tersebut.
Kebaikan dan keberkahan malam kemuliaan ini akan didapatkan seorang hamba jika ia menghidupkan malam itu dengan segala bentuk ibadah dan ketaatan karena Allah Subhanallahu ta’ala. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Mujahid menjelaskan bahwa malam qadar itu lebih baik dari seribu bulan adalah jika malam itu diisi dengan amal ibadah, yaitu puasa dan qiyamnya. Karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ ، فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, Allah ‘azza wajalla mewajibkan atas kalian untuk berpuasa pada bulan itu, pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan pemimpin-pemimpin setan dibelenggu. Pada bulan itu Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalang dari kebaikannya berarti ia telah terhalang dari segala kebaikan.” (HR. Al-Nasa`i).
Dan dengan kasih sayang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya, beliau telah menunjukkan jalan dan memberikan kemudahan dengan menjelaskan bahwa hendaklah kita mencari dan memburu malam kemuliaan itu pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan, terutama pada malam-malam ganjilnya.
عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجَاوِرُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ ، وَيَقُولُ : تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada 10 terakhir Ramadahan dan bersabda: “Carilah lailatul qadar di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh tauladan bagaimana seseorang seharusnya mengambil kesempatan waktu yang penuh berkah yang diberikan Allah Subhanallahu ta’ala itu sebagaimana diriwayatkan:
قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ ، مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Pada sepuluh terakhir bulan Ramadlan, RasulullahSAW lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya. (HR. Muslim).
Dan menghidupkan lailatul qadar itu tidak terbatas hanya dengan sholat, tapi mencakup semua bentuk ibadah dan ketaatan kepada Allah Subhanallahu ta’ala. Karena seorang perempuan yang sedang haid hanya dilarang dan haram baginya untuk melakukan sholat, thawaf, dan menurut sebagian ulama menyentuh mushaf dan masuk masjid, maka ia bisa menghidupkan malam penuh kemuliaan itu dengan amal ibadah yang lain, seperti berdoa karena doa itu adalah ibadah. Doa sebagai ibadah itulah yang ditekankan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ” إِنَّ الدُّعَاءَ هُوَ الْعِبَادَةُ ” ، ثُمَّ قَرَأَ : وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ سورة غافر آية 60.
Dari Al-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa itu adalah ibadah, kemudian beliau membaca ayat 60 surat Ghafir yang artinya, “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (HR. Tirmizi, Ibnu Majah, Abu Daud, al-Nasa`i dan Hakim).
Ia juga dapat menghidupkannya dengan berdzikir dengan bertahmid, tasbih dan takbir, membaca al-Qur`an dari hafalannya, memperbanyak istighfar dan ibadah-ibadah lainnya yang tidak dilarang bagi wanita haid. Jadi haid itu tidak menjadi halangan bagi seorang wanita untuk mendapatkan kemuliaan malam yang lebih baik dari seribu bulan itu.
Semoga kita termasuk yang dipilih Allah Subhanallahu ta’ala ntuk mendapatkan kemuliaan lailatul qadar ini karena sungguh itu adalah suatu nikmat yang tidak ternilai harganya yang seharusnya menjadi dambaan setiap orang beriman.
Wallahu ‘alam bish shawab..

Sumber : http://aqlislamiccenter.com/2015/07/07/bagaimana-wanita-haid-menghidupkan-lailatul-qadar/

Monday, June 15, 2015

REFLEKSI UMUR

Tidak ada yang mengetahui sampai kapan umur kita berada didunia
Tidak ada yang mengetahui kapan kita bahagia atau sedih
Ketika muda masih kuat menjalankan semua aktifitas
Kaki masih bisa berlari, menaiki tangga
Mata masih bisa melihat jelas
Telinga masih bisa mendengar jelas
Tangan masih kuat membawa beban berat
Ketika umur semakin tua
Kulit keriput, mata mulai rabun,telinga mulai tidak jelas,jalan saja terseok-seok bagaimana menaiki tangga
Tenaga mulai melemah,tangan yang kuat sudah tidak mampu lagi membawa beban berat
Digunakan untuk apakah :
Kaki
Tangan
Mata
Telinga kita
Apakah digunakan yang baik seperti :
Ketika muda kaki dipergunakan untuk menaiki tangga mesjid,karena ketika sudah tua sudah tidak sanggup menaiki anak tangga
Ketika muda mata dipergunakan untuk membaca AlQuran, belum tentu nanti ketika tua bisa membaca tulisan AlQuran
Selagi bisa lakukankanlah kebaikan sebanyaknya
Maaf... Maaf...
Nurina Utami

Thursday, May 21, 2015

Tumit Ketika Sujud

Cara sujud dalam shalat sesuai sunnah

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Ustadz
Bagaimana posisi tumit pada saat sujud sholat? Apakah dirapatkan atau tidak? Apakah dalilnya?
Jazakalaahu khoir.
Dari: Abu Rihan

Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah
Ketika sujud, kita dianjurkan merapatkan tumit. ini berdasarkan hadis:
Beliau merapatkan kedua tumitnya (ketika sujud).” (HR. At Thahawi dan Ibn Khuzaimah dan dishahihkan Al Albani)
Disebutkan dalam riwayat Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِي عَلَى فِرَاشِي، فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ مُسْتَقْبِلًا بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةَ،
“Saya kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal sebelumnya beliau tidur di sampingku. Tiba-tiba aku menjumpai beliau sedang sujud, dalam keadaan merapatkan kedua tumit beliau, dan ujung-ujung jari kaki beliau menghadap kiblat.” (HR. Ibnu Khuzaimah 654. Al-A’dzami mengatakan: Sanadnya sahih)
Hadis ini dicantumkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam judul bab:
بَابُ ضَمِّ الْعَقِبَيْنِ فِي السُّجُودِ
“Bab merapatkan dua tumit ketika sujud” (Shahih Ibnu Khuzaimah, 1:328)
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

Sumber : http://www.konsultasisyariah.com/anjuran-merapatkan-tumit-ketika-sujud/

Cara Turun Untuk Sujud Ketika Shalat

Penulis: Muhammad Abduh Al-Banjary
*****
Ulama berselisih pendapat tentang cara turun untuk sujud ketika shalat. Sebagiannya berpendapat bahwa dua lutut harus didahulukan menyentuh tanah (tempat sujud) daripada dua tangan. Yang lain berpendapat sebaliknya, dua tangan harus didahulukan menyentuh tempat sujud, baru dua lutut. Jumhur ulama dari kalangan Syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanabilah menguatkan pendapat yang pertama. Malikiyah, imam al-Auza’i dan satu riwayat dari Imam Ahmad (pendiri madzhab Hanabilah) menguatkan pendapat yang kedua. Ada juga yang tak mengunggulkan salah satu dari dua pendapat di atas, Imam an-Nawawi dari kalangan Syafi’iyah misalnya, beliau berkata, ‘Tidak jelas bagiku keunggulan salah satu dari dua pendapat ini’.
Letak perbedaan pendapat ulama dalam persoalan ini adalah adanya dua hadits yang bertentangan, yaitu:
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا سجد أحدكم فلا يبرك كما يبرك البعير وليضع يديه قبل ركبتيه
Artinya: “Apabila salah seorang di antara kalian ingin sujud maka janganlah turun seperti turunnya unta. Hendaklah ia meletakkan dua tangannya sebelum dua lututnya.”
2. Hadits yang diriwayatkan oleh Waa-il ibn Hujr radhiyallahu ‘anhu:
رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا سجد يضع ركبتيه قبل يديه
Artinya: “Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sujud, beliau mendahulukan dua lutut sebelum dua tangan beliau.”
Dua hadits di atas jelas sekali bertentangan dalam lafazhnya, dan belum diketahui ada ulama yang bisa mengkompromikan dan menggunakan dua hadits ini secara bersamaan.
Sekarang mari kita lihat sedikit keterangan tentang dua hadits di atas.
Hadits Pertama
Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (269), Abu Dawud (840, 841), an-Nasai (II/207) dan ad-Daruquthni (I/345).
Hadits ini dishahihkan oleh asy-Syaikh Ahmad Syaakir dalam kitab tahqiqnya terhadap Sunan at-Tirmidzi. Hadits ini juga dishahihkan oleh al-Albani dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud (I/158) dan Shahih Sunan at-Tirmidzi (I/86).
At-Tirmidzi sendiri telah mengomentari hadits ini, beliau berkata, “Hadits Abu Hurairah ini adalah hadits gharib, tidak diketahui kecuali melalui hadits Abu az-Zinaad. Hadits ini diriwayatkan dari ‘Abdullah ibn Sa’id al-Maqbari dari ayahnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Abdullah ibn Sa’id al-Maqbari didha’ifkan oleh Yahya ibn Sa’id al-Qahthaan dan lain-lain.”
Hadits pertama ini dikuatkan oleh riwayat dari Naafi’, beliau berkata, “Dahulu Ibn ‘Umar meletakkan dua tangannya sebelum dua lututnya dan berkata, ‘Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya’.” Atsar ini diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah (I/318-319) di bawah hadits no. 627, ath-Thahawi (I/254), ad-Daruquthni (II/326-328), al-Hakim (I/226) dan al-Baihaqi (II/100). Atsar ini disebutkan al-Bukhari dalam kitab shahih beliau secara mu’allaq dan dicantumkan dengan bentuk jazm (dalam kajian musthalahul hadits dijelaskan jika ada hadits mu’allaq yang tercantum dalam Shahihayn dengan bentuk jazm, maka haditsnya shahih). Menurut al-Albani, atsar ini bersanad marfu’, shahih sanadnya, seperti yang beliau jelaskan dalam ta’liq beliau terhadap Shahih Ibn Khuzaimah. Demikian juga menurut Abu Ishaq al-Huwaini dalam kitab beliau Nahy ash-Shuhbah ‘an Nuzuul bi ar-Rukbah.
Riwayat dari Ibnu ‘Umar ini menguatkan pendapat bahwa cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari sujud adalah dengan mendahulukan dua tangan sebelum dua lutut.
Selain itu, yang juga menguatkan adalah hadits pertama (riwayat Abu Hurairah) berupa perkataan, sedangkan hadits kedua (riwayat Waa-il ibn Hujr) berupa perbuatan. Dalam kaidah ushul fiqih ditetapkan bahwa perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih didahulukan daripada perbuatan beliau.
Hadits Kedua
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (838, 839), at-Tirmidzi (268), an-Nasai (II/206), Ibn Majah (882), ath-Thahawi (I/225), Ibn Khuzaimah (626, 629), Ibn Hibban (1912), al-Hakim (I/226) dan al-Baihaqi (II/98). Hadits ini diriwayatkan melalui jalur Syarik, dari ‘Ashim ibn Kulaib dari ayahnya, dari Waa-il ibn Hujr radhiyallahu ‘anhu.
Hadits ini dishahihkan oleh Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban dan al-Hakim. At-Tirmidzi mengomentari hadits ini, “Hadits ini gharib, tidak seorang pun yang tahu ada yang meriwayatkan hadits ini dari Syarik.” Beliau kemudian berkata, “Diriwayatkan oleh Hammaam dari ‘Ashim dengan sanad mursal tanpa menyebutkan Waa-il ibn Hujr.” Dalam Sunan at-Tirmidzi, setelah menyebutkan hadits ini dari jalur sanad Yazid dari Syaarik, Yazid ibn Harun berkatan, “Syarik tidak pernah meriwayatkan hadits dari ‘Ashim ibn Kulaib kecuali hadits ini.”
Ad-Daruquthni melemahkan hadits ini, beliau berkata, “Hanya Yazid sendiri yang meriwayatkan hadits ini dari Syarik dan tidak ada yang mengabarkan hadits ini dari ‘Ashim kecuali Syarik, sementara hadits Syarik dikatakan lemah jika hanya ia sendiri yang meriwayatkan.” Al-Albani juga melemahkan hadits ini dalam kitab beliau Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah, demikian pula asy-Syaikh Syu’aib dalam tahqiq beliau terhadap kitabal-Ihsaan fi Taqriib Shahih Ibn Hibban.
Sebagaimana ada yang menguatkan hadits pertama, hadits kedua ini pun ada yang menguatkan. Hadits kedua ini dikuatkan oleh beberapa atsar shahih yang menyatakan bahwa ‘Umar ibn al-Khaththab dan ‘Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mendahulukan lutut daripada tangan saat turun untuk sujud.
Hadits kedua ini juga dikuatkan karena ia merupakan hadits yang diamalkan oleh mayoritas ulama. Imam at-Tirmidzi berkata, “Mayoritas ulama beramal dengan hadits ini. Mereka berpendapat dengan meletakkan dua lutut sebelum meletakkan dua tangan, dan ketika bangkit mengangkat dua tangan sebelum dua lutut.”
Kesimpulan
Dua hadits di atas sama-sama diperselisihkan oleh para ulama keshahihannya. Ada yang menshahihkan hadits pertama dan melemahkan hadits kedua, ada juga yang sebaliknya menshahihkan hadits kedua dan melemahkan hadits pertama, dan masing-masing hadits pun memiliki penguat yang telah dijelaskan sebelumnya. Kondisi ini wajar menyebabkan ulama berbeda pendapat tentang menentukan kaifiyah yang tepat untuk turun ke sujud ketika shalat.
Lalu bagaimana sikap kita? Kita wajib memilih pendapat yang hujjahnya terkuat menurut kita, sembari tetap menghormati pendapat yang berbeda yang juga memiliki hujjah.
*****
Rujukan:
1. at-Tarjiih fii Masaa-il ath-Thaharah wa ash-Shalah karya Dr. Muhammad ibn ‘Umar ibn Salim Bazamul
2. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili
3. Subul as-Salam Syarh Bulugh al-Maram karya Imam ash-Shan’ani
4. Taysir Mushthalah al-Hadits karya Dr. Mahmud ath-Thahhan
5. Taysir al-Wushul ila al-Ushul karya asy-Syaikh ‘Atha ibn Khalil

Sumber : http://www.fiqih-islam.com/cara-turun-untuk-sujud-ketika-shalat/

#KajianPagi: Posisi Sujud Yang Benar

Bismillah...

Di blogpost kali ini, Insya Allah saya ingin membahas satu dari bermacam gerakan dalam sholat, yaitu sujud.

Sujud adalah salah satu bagian paling istimewa dalam sholat. Yah, semuanya istimewa sih, ya... tapi kalo ada yang teristimewa, mungkin adalah sujud.

Buktinya ada hadist ini:

"Dekatnya seorang hamba kepada Tuhannya adalah ketika dia sujud. Maka perbanyaklah doa" (HR. Muslim, Abu 'Awamah dan Baihaqi)

Selain hadist di atas, dari segi filosofi juga sujud rasanya istimewa sekali, yah. Bayangin aja... kita dengan sukarela meletakkan bagian tubuh yang sering jadi hal yang kita banggakan (otak dan wajah) di lantai yang biasa kita injak-injak. Buat siapa? Buat Yang Maha Segalanya, dong, ya :)

Nah nah... berhubung sujud itu istimewa sekali, pastinya nggak mau dong ya kalo sujud kita asal-asalan. Ingat, sujud itu bagian dari ibadah, dan setiap ibadah ada aturannya -- nggak asal :) Emang apa sih yang harus dipelajari dari sujud? Kan cuma gitu-gitu aja?! Eits, jangan gampangin, ya... Yuk belajar bareng hal-hal yang harus kita perhatikan dari sujud kita.

1. Menuju Sujud

Saat dari posisi berdiri (setelah ruku') menuju sujud, ada hal yang harus kita perhatiin banget nih ternyata. Jadi kata Pak Ustadz Muhtar Arifin Sholeh (narasumber Kajian Pagi YBWSA), yang sampai di lantai duluan tuh nggak boleh lutut duluan -- melainkan harus telapak tangan duluan. Hayooo, pasti banyak deh yang masih lutut duluan yang sampai lantai :)

Nih hadistnya:

"Apabila kamu sujud, maka jangan meletakkan lutut terlebih dahulu seperti unta, namun letakkan kedua telapak tangan sebelum kedua lutut" (Hadist shahih diriwayatkan Ahmad, Abu Daud)

2. Posisi tangan

Saat sujud, tangan juga harus diperhatikan. Siku nggak boleh nempel di lantai.

Terus, nggak boleh terlalu dekat dengan lambung (tangannya harusnya agak membuka).

“Beliau mengangkat kedua lengannya dan melebarkannya sehingga jauh dari lambungnya, sampai kelihatan ketiak beliau yang putih dari belakang.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Tapi kata Pak Ustadz, dalam hal ini ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Kalo perempuan diperbolehkan agak masuk karna untuk menyangga dadanya. Tapi beliaunya nggak nunjukin dasar dalilnya sih :(

3. Wajah

Sujudnya yang tulus, ya, dear... jangan kayak orang terpaksa dan jijik gitu. Lihat deh, kalo orang sujud terus yang nempel cuma keningnya, sedang hidungnya dijauhin dari tempat sujud, kesannya kayak orang nggak ikhlas, kan, ya?! Iya, jadi yang bener hidung itu harus nempel lantai saat sujud.

"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menempelkan dahi dan hidungnya ke lantai…” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dishahihkan Al Albani

4. Posisi Kaki

Posisi kaki yang benar saat sujud adalah dengan menghadapkan jemari kaki ke arah kiblat, atau lebih gampangnya, jari-jari kaki harus ditekuk.

 “Beliau menghadapkan punggung kakinya dan ujung-ujung jari kaki ke arah kiblat.” (HR. Al Bukhari dan Abu Daud)

Selain itu, posisi tumit harus nempel, ya, dear... jangan jauh-jauhan. hehe

 “Beliau merapatkan kedua tumitnya (ketika sujud).” (HR. At Thahawi dan Ibn Khuzaimah dan dishahihkan Al Albani)

5. Saat Bangun

Yang juga nggak kalah penting dan harus kita perhatikan adalah posisi saat bangun dari sujud untuk berdiri ke rakaat selanjutnya. Saat bangun dari sujud, kita harus bertumpu dengan kedua telapak tangan lho, dear... bukan satu tangan doang :)

Selain itu, saat di rakaat ganjil harus istirahat duduk dulu, enggak langsung berdiri. (Hihi, ini nih saya yang masih sering salah berarti)

6. Thuma'ninah

Ahaa... sebagai penutupnya, point yang juga sangaaatt penting adalah harus thuma'ninah! Sering kan ya kita lihat orang yang sujudnya cepet banget. Kayaknya belom juga dahi beneran nempel di lantai, eeehh udah bangun aja. Hehe. Masih inegt hadist di point 1 tadi, kan? Sujud itu salah satu kondisi dimana kita dekeeettt banget sama Allah. Masa' iya sih kita rela membiarkan moment istimewa itu berlalu begitu saja dengan kilat khusus (Pos kaliii) tanpa dinikmati sedikitpun? So, yuk nikmati sujud kita dengan thuma'ninah saat sujud :)

"Bersujudlah sehingga engkau berthuma'ninah dalam sujud, dan bangunlah dari sujudmu, sehingga engkau berthuma'ninah dalam duduk" (Muttafaqun 'alaih)

Kata Pak Ustadz, sujud itu momentum dimana kita terus diingatkan ulang untuk tawadhu'/tidak sombong. Yang Maha Tinggi itu Allah, bukan kita :)

Maka, yuk perbaiki sujud kita, lalu perbanyak doa di dalamnya. Semoga Allah menggenapkan segala hajat kita dengan Rahmat-Nya, Aamiin :)

Sekian materi kajian pagi yang bisa saya share di sini. Feel free buat komentar, diskusi, ataauuu yang paling penting feel free buat mengoreksi jika memang ada yang salah dari apa yang saya ulas di atas, ya. Saya masih belajar, ilmunya baru setebal kulit bawang, jadi pasti banyak banget salahnya :)

Wallahu A'lam Bisshawwab

Sumber : http://rosa-alrosyid.blogspot.com/2014/12/kajianpagi-posisi-sujud-yang-benar.html

FATWA ULAMA TERKAIT HUKUM
MERAPATKAN TUMIT KETIKA SUJUD

Tanggal Fatwa : 26/03/1427 H
Mufti : DR. Sulaiman bin Fahd (dosen Universita Muhammad bin Su’ud)

Soal : aku mendengar bahwa termasuk sunnah adalah merapatkan kedua telapak kaki ketika ruku’ dan ketika turun dari sujud. Aku mendengar bahwa ini adalah pendapatnya Ibnu ‘Aabidiin dalam Hasyiyahnya. Apakah benar hal tersebut termasuk sunnah?
Jawab :
Segala puji bagi Allah saja, sholawat dan salam terlimpah curahkan kepada Nabi sholallahu alaihi wa salam yang tidak ada Nabi setelahnya dan kepada keluarganya serta para sahabatnya semuanya, wa Ba’du :
Sesungguhnya Ibnu ‘Aabidiin telah mengisyaratkan apa yang telah disebutkan oleh si penanya dalam Hasyiyahnya (1/493-497), namun aku tidak menemukan dalil khusus merapatkan kedua telapak kaki atau membentangkannya ketika rukuk dan turun untuk sujud, namun telah datang dalil tentang merapatkannya ketika sujud, menurut pandanganku bahwa hal tersebut diikutkan ketika rukuk dan turun untuk sujud. Ibnu Khuzaimah telah meriwayakan dalam “Shahihnya” (no. 654), Al Hakim dalam “al-Mustadrok” (no. 864) dan Al Baihaqi dalam“Sunannya” (2/116) dari Aisyah rodhiyallahu anha : “aku kehilangan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam yang sebelumnya tidur bersamaku, aku mendapatinya sedang sujud dengan merapatkan kedua tumitnya yang ujung jari kakinya menghadap kiblat”. Muhammad Al Adzhomi pentahqiq Shahih Ibnu Khuzaimah : “sanadnya Shahih”.
  Yang berpendapat sunnahnya hal tersebut adalah Hanabilah dan Hanafiyyah mengisyaratkan pendapat ini juga, sebagaimana terdahulu berdali dengan hadits diatas. Syafi’yyah dan Hanabilah dalam salah satu pendapat lainnya, mengatakan tidak dianjurkannya merapatkan tumit ketika sujud, namun dianjurkan merenggangkan kedua kakinya ketika sujud, berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan Abu Dawud dari Abi Humaid rodhiyallahu anhu, berkaitan sifat sholat Nabi sholallahu alaihi wa salam, beliau berkata : “jika sujud, Beliaumerenggangkan kedua pahanya”. Mereka berkata : ‘merenggangkan paha, biasanya melazimkan merenggangkan kedua kaki’. Kita sanggah, bahwa hal ini tidak mesti, yakni mungkin saja seorang yang sholat merenggangkan kedua pahanya dan merapatkan kedua kakinya (ketika sujud) dan hal ini tidak menyulitkan.
Aku berpandangan bahwa perkara ini adalah luas, boleh baginya merapatkan kedua tumitnya atau merenggangkannya, yakni hal ini adalah termasuk Tanawu yang disyariatkan, sebagaimana dalam masalah doa iftitah dan semisalnya. Wallahu A’lam.




Tanggal Fatwa : 06 Dzul Hijjah 1425 H
Mufti : DR. Abdullah al-Faqiih

Soal : apakah termasuk sunnah merapatkan kedua kaki ketika sujud, sebagaimana diketahui bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa hadits Aisyah rodhiyallahu anhu adalah Syadz?
Jawab :
Segala puji bagi Allah saja, sholawat dan salam terlimpah curahkan kepada Nabi sholallahu alaihi wa salam dan kepada keluarganya serta para sahabatnya semuanya, Amma Ba’du :
Sebagian ulama menyebutkan bahwa termasuk sunnah adalah merapatkan kedua kaki ketika sujud dalam sholat dengan dalil riwayat Imam Muslim dalam Shahihnya dari Aisyah rodhiyallahu anha beliau berkata : “aku kehilangan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam pada suatu malam dari tempat tidur, aku mencari-carinya, lalu aku dapati tanganku menyentuh kedua telapak kaki bagian dalam Nabi sholallahu alaihi wa salam, beliau sedang dalam keadaan sujud, kedua telapak kakinya ditegakkan. Beliau berdoa : “Ya Allah aku berlindung dengan keridhoan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan pengampunan-Mu dari hukuman-Mu, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu, tidak terhitung pujian kepada Engkau sebagai Engkau memuji Diri-Mu sendiri”.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ashbabus Sunan, kami tidak menemukan ulama yang mengatakan syadznya hadits ini. Sebagian ulama menganjurkan merenggangkan kedua kaki ketika sujud. Dalam “al-Mughni” karya Ibnu Qudamah : ‘dianjurkan untuk merenggangkan antara lutut dan kaki, berdasarkan riwayat Abu Humaid rodhiyallahu anhu, beliau berkata : “jika sujud, Beliaumerenggangkan kedua pahanya, tanpa membebani perutnya dengan sesuatu”. Hadits Abu Humaid ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya dan Baihaqi dalam sunannya, namun didhoifkan oleh Syaikh Al Albani.
Dalam Hasyiyahnya Qoluibiy dan Umairoh mereka adalah ulama Syafi’yyah dan dalam Roudhuh, mereka berkata : ‘dianjurkan merenggangkan antara kedua kaki sejengkal, dikiyaskan kepada perenggangan antara kedua lutut’.
Dalam Mankhul Jaliil Al Maaliki berkata : ‘merenganggkan keduanya, khilaful Mu’tad sedikit, akan lebih mengokohkan, seperti merapatkan dan menempelkannya adalah tambahan yang memberatkan’.
Namun hadits Aisyah rodhiyallahu anha diatas, memberikan faedah merapakatkan kedua kaki ketika sujud, dibarengi dengan merenggangkannya sedikit. sehingga tidak saling bertentangan antara pendapat yang merapatkan dan merenggangkan kedua kaki, menurut yang berpendapat demikian.





Teks asli :

ضم الكعبين عند السجود
المجيب أ.د. سليمان بن فهد العيسى
أستاذ الدراسات العليا بجامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية
كتاب الصلاة/ صفة الصلاة /الركوع والسجود
التاريخ 26/03/1427هـ
السؤال
سمعتُ أنّ من السنة للمصلي أن يضم كعبيه إلى بعضهما عند الركوع وعند الهبوط إلى السجود، وسمعتُ أن هذا موقف ابن عابدين في حاشيته. فهل هذا من السنة؟
الجواب
الحمد لله وحده والصلاة السلام على من لا نبي بعده وعلى آله وصحبه أجمعين. وبعد:
فإن ابن عابدين قد أشار إلى ما ذكره السائل في حاشيته (1/493-497). ولم أقف على دليل بخصوص ضم الكعبين أو تفريجهما عند الركوع والهبوط للسجود، لكن جاء الدليل بالضم في السجود، وفي نظري أنه ينسحب على الركوع والهبوط للسجود، فقد روى ابن خزيمة في صحيحه (654)، والحاكم في مستدركه (864)، والبيهقي في سننه (2/116)، عن عائشة -رضي الله عنها- قالت: “فقدت رسول الله -صلى الله عليه وسلم- وكان معي على فراشي، فوجدته ساجداً راصاً عقبيه مستقبلاً بأطراف أصابعه القبلة” قال محمد الأعظمي محقق صحيح ابن خزيمة: (إسناده صحيح).
وإلى استحباب ذلك ذهب الحنابلة في قول لهم، وأشار إليه الحنفية كما تقدم مستدلين بالحديث المتقدم، بينما ذهب الشافعية والحنابلة في قول آخر إلى أنه لا يستحب ذلك، بل يستحب أن يجافي بين قدميه في السجود، مستدلين بما رواه البيهقي وأبو داود عن أبي حميد في وصف صلاة النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: “وإذا سجد فرج بين فخذيه” قالوا والتفريج بين الفخذين يستدعي التفريج بين القدمين، ونوقش بعدم التسليم، إذ يمكن للمصلي أن يفرج بين فخذيه، وأن يضم قدميه، ولا مشقة في ذلك.
هذا وأرى أن الأمر في هذا أوسع، فله أن يضم كعبيه وله أن يفرج بينهما، إذ قد يكون هذا من باب التنوع المشروع، كما في دعاء الاستفتاح وغيره. والله أعلم.

رقم الفتوى : 58158
عنوان الفتوى : صفة وضع القدمين في السجود
تاريخ الفتوى : 06 ذو الحجة 1425
السؤال
هل من السنة ضم القدمين حال السجود علما بأن بعضهم يقول إن حديث عائشة شاذ
الفتوى
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعد:
فقد ذكر بعض أهل العلم أن من السنة ضم القدمين في الصلاة حال السجود، بدليل ما رواه الإمام مسلم في صحيحه عن عائشة رضي الله عنه قالت: فقدت رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة من الفراش فالتمسته فوقعت يدي على بطن قدميه وهو في المسجد وهما منصوبان وهو يقول: اللهم أعوذ برضاك من سخطك وبمعافاتك من عقوبتك، وأعوذ بك منك لا أحصي ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك .
والحديث أيضا رواه أصحاب السنن، ولم نقف على من قال بشذوذه من أهل العلم، واستحب بعضهم التفريق بين القدمين في السجود. ففي المغني لابن قدامة : ويستحب أن يفرق بين ركبتيه ورجليه، لما روى أبو حميد قال: وإذا سجد فرج بين فخذيه غير حامل بطنه على شيء . انتهى.
وحديث أبي حميد رواه أبو داود في السنن، والبيهقي في سننه، وقد ضعفه الشيخ الألباني .
وفي حاشيتي قليوبي وعميرة وهو شافعي: وفي الروضة: يستحب التفريق بين القدمين شبرا، ويقاس به التفريق بين الركبتين . انتهى.
وفي منح الجليل المالكي: تفريقهما خلاف المعتاد قلة وقار؛ كإقرانهما وإلصاقهما زيادة تنطع . انتهى.
لكن حديث عائشة المذكور قد يفيد ضم القدمين في السجود مع التفرقة بينهما قليلا، وبالتالي فلا منافاة بينه وبين استحباب التفرقة بينهما عند من قال ذلك.
والله أعلم.
المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه