CLOCK


Mutiara Harian

Saturday, July 08, 2023

Saturday, May 20, 2023

Zulkaidah, Bulan Haram yang Kita Lalaikan



Zulkaidah, Bulan Haram yang Kita Lalaikan

oleh _Ustadz *dr. Raehanul Bahraen, M.Sc


Waktu Baca: 3 menit


Dalam ajaran agama kita, ada beberapa bulan haram yang perlu kita ketahui. _Maksud bulan haram yaitu bulan tersebut adalah bulan yang mulia, kita lebih ditekankan menjauhi hal yang haram dan lebih ditekankan melakukan amal kebaikan pada bulan haram._


Allah Ta’ala berfirman mengenai bulan haram,


إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ


_“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah [9]: 36)_


*Empat bulan* tersebut adalah bulan *Muharam, Zulkaidah, Zulhijah, dan Rajab.* Sebagaimana disebutkan dalam hadis, Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,


الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ


_”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Zulkaidah, Zulhijah dan Muharam. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhar yang terletak antara Jumadilakhir dan Syakban” (HR. Bukhari dan Muslim)._


Demikian juga, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan,


وهي‏:‏ رجب الفرد، وذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، وسميت حرما لزيادة حرمتها، وتحريم القتال فيها‏


“Yaitu bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam. Dinamakan bulan Haram karena keharamannya bertambah, diharamkan membunuh pada bulan tersebut.” (Lihat Tafsir As-Sa’di)


Beberapa ulama menjelaskan mengenai keutamaan bulan Haram. Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,


ثم اختص من ذلك أربعة أشهر فجعلهن حراما ، وعظم حرماتهن ، وجعل الذنب فيهن أعظم ، والعمل الصالح والأجر أعظم


“Allah mengkhususkan empat bulan tersebut dan menjadikannya bulan haram. Allah jadikan melakukan perbuatan dosa pada saat itu lebih besar, sedangkan beramal salih diberi pahala lebih besar juga.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)


Musthafa bin Sa’ad Al-Hambali rahimahullah juga menjelaskan bahwa pahala dan dosa dilipatgandakan pada waktu mulia dan tempat yang mulia. Beliau rahimahullah berkata,


وتضاعف الحسنة والسيئة بمكان فاضل كمكة والمدينة وبيت المقدس وفي المساجد , وبزمان فاضل كيوم الجمعة , والأشهر الحرم ورمضان


“Kebaikan dan keburukan (dosa) dilipatgandakan pada tempat yang mulia seperti Mekkah, Madinah, Baitulmaqdis, dan di masjid. Pada waktu yang mulia seperti hari Jumat, bulan-bulan haram, dan Ramadan.” (Mathalib Ulin Nuha, 2: 385)


*Zulkaidah yang kita lalaikan*


Keutamaan _*Zulkaidah sebagai bulan haram*_ jarang kita sebarkan dan bisa jadi sedikit kaum muslimin yang mengetahuinya. Mengapa demikian? Karena bisa jadi bulan haram lainnya ada beberapa dalil khusus terkait.


Bulan Muharam ada dalil khusus, sebagian berpendapat bulan Muharam adalah bulan terbaik setelah Ramadan dan dinamakan Syahrullah (Bulan Allah).


Dari Abu Hurairah Radhiallahu‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم


“Sebaik-baik puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah, (yaitu) di bulan Muharam.” (HR. Muslim)


Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,


إن الله افتتح السنة بشهر حرام وختمها بشهر حرام، فليس شهر في السنة بعد شهر رمضان أعظم عند الله من المحرم، وكان يسمى شهر الله الأصم من شدة تحريمه،


“Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharam) dan menutup akhir tahun dengan bulan haram (Zulhijah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadan, yang lebih mulia di sisi Allah daripada bulan Muharam. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini.” (Lathaiful Ma’arif, hal. 34)


Demikian juga dalil khusus bulan Zulhijah karena di dalamnya ada ibadah haji yang agung, bahkan salah satu tafsir dari ayat berikut adalah bulan Zulhijah.


Allah Ta’ala berfirman,


وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ


“Demi fajar. Dan (demi) malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)


Ibnu Katsir rahimahullah berkata,


والليالي العشر : المراد بها عشر ذي الحجة ، كما قاله ابن عباسٍ وابن الزبير ومُجاهد وغير واحدٍ من السلف والخلف


“Yang dimaksud dengan ‘malam yang sepuluh’ adalah sepuluh hari pertama di bulan Zulhijah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu az-Zubair, Mujahid, dan lainnya dari kalangan kaum salaf dan khalaf.” (Tafsir Ibni Katsir, 8: 535)


Demikian juga bulan Rajab, di mana banyak dari hadis-hadis tentang bulan Rajab yang di antaranya ada yang tidak sahih.


Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,


فأما الصلاة فلم يصح في شهر رجب صلاة مخصوصة تختص به, والأحاديث المروية في فضل صلاة الرغائب في أول ليلة جمعة من شهر رجب، كذب وباطل لا تصح, وهذه الصلاة بدعة عند جمهور العلماء.


“Tidak terdapat dalil yang sahih yang menyebutkan adanya anjuran salat khusus di bulan Rajab. Adapun hadis-hadits mengenai keutamaan salat raghaib di malam Jumat pertama bulan Rajab adalah hadis dusta, batil, dan tidak sahih. Salat raghaib adalah bid’ah menurut mayoritas ulama.” (Lathaiful Ma’arif, hal. 213)


Demikian, semoga bermanfaat. _Semoga kita bisa beramal salih di bulan Zulkaidah._ Aamiin.


@Lombok, Pulau Seribu Masjid


Penyusun: *Raehanul Bahraen*


Artikel www.muslim.or.id


© 2023 muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/67158-zulkaidah-bulan-haram-yang-kita-lalaikan.html

Ingatlah Bagaimanapun Keadaanmu, Keluargamulah Yang Paling Pertama Menolongmu

Ingatlah Bagaimanapun Keadaanmu, Keluargamulah Yang Paling Pertama Menolongmu


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ جُهْدُ الْمُقِلِّ وَ ابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ


“Sedekah yang paling utama adalah sedekah maksimal orang yang tidak punya, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung (keluarga).” 


(HR. Abu Daud dan Hakim, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1112)


Jangan lupakan bantuan dan jasa keluargamu, mereka pernah berada dalam kondisi sulit, tapi tetap saling bahu-membahu, tolong menolong saling mengasihi di antara kalian.


Disebutkan bahwa Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha’. Ketika turun ayat (yang artinya):


“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)


Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan bahwa Bairuha’ diserahkan kepada Beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak Beliau. 


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan agar ia membagikan bairuha’ kepada kerabatnya. 


Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membagikannya untuk kerabat dan keponakannya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Wallahu'alam bishawab

SEORANG YANG DIMUDAHKAN ALLAH

SEORANG YANG DIMUDAHKAN ALLAH 


Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu berkata;


من أعطي الدعاء لم يحرم الإجابة، قال الله تعالى: 


"Barang siapa diberi kemudahan berdoa, niscaya (doanya) akan dikabulkan. Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;


ادۡعُوۡنِىۡۤ اَسۡتَجِبۡ لَـكُمۡؕ


“Berdoalah kalian niscaya Aku kabulkan.” (Ghafir: 60) 


ومن أعطي الشكر لم يحرم الزيادة، لقوله تعالى: 


Barang siapa diberi kemudahan bersyukur, niscaya akan ditambah kenikmatannya, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala;


 لَٮِٕنۡ شَكَرۡتُمۡ لَاَزِيۡدَنَّـكُمۡ‌


“Jika kalian mau bersyukur, niscaya Aku tambah kenikmatan yang Aku berikan kepada kalian.” (Ibrahim: 7)


ومن أعطي الاستغفار لم يحرم القبول، لقوله تعالى: 


Barang siapa diberi kemudahan untuk meminta ampun kepada Allah subhanahu wa ta’ala, niscaya Allah mengampuninya, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala;


وَاسۡتَغۡفِرُوا اللّٰهَ ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ


“Dan mohonlah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Muzzammil: 20).


Sumber : al-Bayan wat Tabyin, 3/288


Wallaahu a’lam bishshawaab

Friday, March 10, 2023

Kumpulan Doa


📋 *"DO'A MEMOHON SURGA DAN BERLINDUNG DARI NERAKA"*


اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ

```

Allaahumma innii as-alukal jannah, wa a'uudzu bika minan-naar.

```

_"Ya Allah, aku mohon kepada-Mu surga, dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka."_


*[HR. Abu Daud no. 792, Ibnu Majah no. 910, dan Ahmad (3/474). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih*].


*_Hadits selengkapnya_:*

Dari Abu Sholih, dari beberapa sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertanya kepada seseorang, *"Doa apa yang engkau baca di dalam shalat?" "Aku membaca tahiyyat, lalu aku ucapkan (doa di atas)." "Aku sendiri tidak mengetahui kalau engkau mendengungkannya begitu pula Mu'adz,"* jawab orang tersebut. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, *"Kami sendiri memohon surga (atau berlindung dari neraka)."*

┈┉┉┉━━━━━━━━┉┉┉┈

Kumpulan Catatan


Rasulullah ﷺ bersabda

 مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الْجَنَّةَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَتْ الْجَنَّةُ اللَّهُمَّ أَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ اسْتَجَارَ مِنْ النَّارِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَتْ النَّارُ اللَّهُمَّ أَجِرْهُ مِنْ النَّارِ

_"Barangsiapa meminta surga kepada Allah sebanyak tiga kali, surga berkata, Ya Allah, masukkan ia ke surga. Dan barangsiapa meminta perlindungan dari neraka sebanyak tiga kali, neraka berkata, Ya Allah, lindungilah ia dari neraka."_

*(HR. Tirmidzi 2572 dan dishahihkan Al-Albani)*

┈┉┉━━━❅❁®❁❅━━━┉┉┈


قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ

Nabi ﷺ bersabda, _"Sifat malu itu tidak datang kecuali dengan kebaikan."_

*(HR. Al - Bukhari 6117)*

┈┉┉━━━❅❁®❁❅━━━┉┉┈

Rasulullah ﷺ bersabda

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

_"Dua rakaat fajar lebih baik daripada dunia seisinya."_

*(HR. Muslim 725)*

┈┉┉━━━❅❁®❁❅━━━┉┉┈

Ummu Nailah bintu al -Farafishah* istri _*Utsman bin Affan* radhiyallahu'anhu_ berkata ;

_”Aku merasa rasa cintaku bisa luntur sebagaimana baju yang luntur. Namun aku khawatir, kesedihanku terhadap Utsman akan luntur dari hatiku. Demi Allah, tidak ada yang bisa menggantikan kedudukan Utsman untuk diriku selamanya."_

*(Al-Aqdu al-Farid, 3/199)*.



SESEORANG AKAN MENDAPATKAN UJIAN SEBANDING KUALITAS IMANNYA

 ┈┉┉━━❁﷽❁━━┉┉┈

• *ℕ𝕒𝕤𝕖𝕙𝕒𝕥 𝕄𝕖𝕟𝕛𝕖𝕝𝕒𝕟𝕘 𝕋𝕚𝕕𝕦𝕣* •

┈┉┉┉━━━━━━┉┉┉┈


https://rumaysho.com/678-seseorang-akan-mendapat-ujian-sebanding-kualitas-imannya.html/rumaysho-com-167


📋 *"SESEORANG AKAN MENDAPATKAN UJIAN SEBANDING KUALITAS IMANNYA


"*


Oleh :

_Ustadz *Muhammad Abduh Tuasikal, MSc*_


*Siapakah yang akan mendapatkan ujian terberat*


Dari *Mush’ab bin Sa’id* seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,


يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً


_"Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?"_ Beliau ﷺ menjawab,


« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ »


_"Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa."_ [1]


_Syaikhul Islam *Ibnu Taimiyah* mengatakan,


وَاِذَا عَظُمَت المِحْنَةُ كَانَ ذَلِكَ لِلْمُؤْمِنِ الصَّالِحِ سَبَبًا لِعُلُوِّ الدَرَجَةِ وَعَظِيْمِ الاَجْرِ


_"Cobaan yang semakin berat akan senantiasa menimpa seorang mukmin yang sholih untuk meninggikan derajatnya dan agar ia semakin mendapatkan ganjaran yang besar.”_ [2]


_*Syaikhul Islam*_ juga mengatakan,


واللهُ تَعَالَى قَدْ جَعَلَ أَكْمَلَ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَعْظَمُهُمْ بَلاَءً


_"Allah akan memberikan cobaan terberat bagi setiap orang mukmin yang sempurna imannya.”_ [3]


*Al Munawi* mengatakan, _"Jika seorang mukmin diberi cobaan maka itu sesuai dengan ketaatan, keikhlasan, dan keimanan dalam hatinya.”_ [4]


Al Munawi mengatakan pula, Barangsiapa yang menyangka bahwa apabila seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah suatu kehinaan; maka sungguh akalnya telah hilang dan hatinya telah buta. Betapa banyak orang sholih (ulama besar) yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan. Tidakkah kita melihat mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin Zakariya, terbunuhnya tiga Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain, Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir. Begitu juga tidakkah kita perhatikan kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih, Imam Malik yang dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya ditarik sehingga lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. Dan masih banyak kisah lainnya.”_ [5]


Semakin kuat iman, semakin berat cobaan, namun semakin Allah cinta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ


_"Sesungguhnya balasan terbesar dari ujian yang berat. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa ridho, maka Allah pun ridho. Dan barangsiapa murka (tidak suka pada cobaan tersebut, pen), maka baginya murka Allah.”_ [6]


Kewajiban kita adalah *bersabar dan bersabar*. Ganjaran bersabar sangat luar biasa. Ingatlah janji Allah,


إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ


_"Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).”_ *(QS. Az Zumar: 10)*. 


*Al Auza’i* mengatakan bahwa  ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. *Ibnu Juraij* mengatakan bahwa _"balasan bagi orang yang bersabar pahala bagi mereka tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi akan diberi tambahan dari itu"_. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. 


Sedangkan *As Sudi* mengatakan bahwa _"balasan bagi orang yang bersabar adalah Surga"_. [7]


Makna asal dari sabar adalah *“menahan”*. Secara syar’i, pengertian sabar sebagaimana yang dikatakan oleh *Ibnul Qayyim*,


فَالصَّبْرُ حَبْسُ النَّفْسِ عَنِ الجَزْعِ وَاللَِّسَانِ عَنِ التَّشَكِّي، وَالجَوَارِحِ عَنْ لَطْمِ الخُدُوْد وَشَقِّ الثِيَابِ وَنَحْوِهِمَا


_"Sabar adalah menahan diri dari menggerutu, menahan lisan dari mengeluh, dan menahan anggota badan dari menampar pipi, merobek-robek baju dan perbuatan tidak sabar selain keduanya.”_ [8] 


Jadi, sabar meliputi menahan hati, lisan dan anggota badan.


Semoga Allah memberi taufik dan kekuatan kepada kita dalam menghadapi setiap ujian.


Artikel https://rumaysho.com


*_Footnote_ :*


[1] HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih.


[2] Al Istiqomah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2/260, Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud, cetakan pertama, 1403 H.


[3] Qo’idah fil Mahabbah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 150, Maktabah At Turots Al Islamiy.


[4] Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, ‘Abdur Ro-uf Al Munawi, 1/73, Al Maktabah At Tijariyah Al Kubro, cetakan pertama, tahun 1356 H.


[5] Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, ‘Abdur Ro-uf Al Munawi, 1/158, Asy Syamilah


[6] HR. Tirmidzi no. 2396, dari Anas bin Malik. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.


[7] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/89, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.


[8] ‘Iddatush Shobirin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 7, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut.


┈┉┉━━❅❁®❁❅━━┉┉┈

MENGENAL TINGKATAN IMAN

 ┏ 🌒🪴 ▪️▪️━━━ ﷽ ━┓

  🅕 🅐 🅔 🅓 🅐 🅗     🅜 🅐 🅛 🅐 🅜

┗━━━━━━❁▪️▪️🪴🌘 ┛


https://rumaysho.com/26-mengenal-tingkatan-islam.html


📋 *"MENGENAL TINGKATAN IMAN


"*


Oleh :

_Ustadz *Muhammad Abduh Tuasikal, MSc*_


_Sudah tahu tingkatan Islam?_


_Nabi ﷺ ditanyakan apa itu Iman, Islam dan Ihsan. Ketiga perkara ini sendiri adalah Ad Diin yaitu agama Islam itu sendiri._ *(HR. Muslim no. 102)*


Para pembaca yang semoga dimuliakan oleh Allah Ta’ala. Pada suatu hari, Jibril ‘alaihis salam mendatangi Rasulullah ﷺ dalam keadaan berambut hitam dan berpakaian putih, tidak tampak pada beliau bekas melakukan perjalanan jauh dan tidak ada sahabat pun yang mengenal malaikat Jibril dalam bentuk manusia seperti ini. Kemudian dia mendekati Nabi ﷺ sambil menyandarkan lututnya pada lutut Nabi ﷺ sedangkan kedua tangannya berada pada paha Nabi ﷺ. Kemudian Jibril ‘alaihis salam memanggil _‘Ya Muhammad’_ -sebagaimana orang-orang Arab badui memanggil beliau ﷺ dan menanyakan beberapa perkara. Di antaranya Nabi ﷺ ditanyakan apa itu *Iman, Islam* dan *Ihsan*. Ketiga perkara ini sendiri adalah Ad Diin yaitu agama Islam itu sendiri. *(HR. Muslim no. 102)*


Hadits di atas dikenal dengan hadits Jibril dan induknya hadits. Dari hadits tersebut, para ulama mengatakan bahwa Islam memiliki tiga tingkatan, yaitu: *(1) _Islam_, (2) _Iman_* dan *(3) _Ihsan_*; masing-masing tingkatan ini memiliki rukun. Berikut ini adalah penjelasan secara singkat mengenai ketiga tingkatan tersebut.


▪️ *_Tingkatan Pertama_ : ISLAM*


Dalam hadits Jibril, dikatakan bahwa Islam adalah (1) mengakui bahwa *‘Tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah* kecuali Allah dan mengakui Muhammad adalah utusan-Nya, (2) menegakkan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) menunaikan puasa Ramadhan, dan (5) berhaji ke Baitullah bagi yang mampu. Jadi Nabi ﷺ menjelaskan bahwa islam memiliki lima rukun.


*Yang pertama*, seorang muslim harus bersyahadat dengan lisan dan meyakini syahadat tersebut dalam hatinya. Dan perlu diperhatikan bahwa makna kalimat syahadat *‘laa ilaha illallah’* yang benar adalah *tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah*. Jika seseorang sudah mengucapkan dan meyakini demikian, maka tidak pantas baginya untuk menjadikan para Nabi, malaikat, para wali dan orang-orang sholih sebagai sesembahan semisal menjadikan mereka sebagai perantara dalam berdo’a. Karena apa saja yang disembah selain Allah adalah sesembahan yang bathil. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), _”Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah sesembahan yang benar dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang bathil.”_ *(QS. Al Hajj [22] : 62)*.


Sebagai catatan penting, syahadat tidaklah cukup dengan diam (diucapkan dalam hati), namun harus diucapkan dan diumumkan (ditampakkan) pada orang lain kecuali jika ada alasan yang syar’i sehingga seseorang tidak bisa menampakkan syahadatnya.


Dalam hadits Jibril ini, Nabi ﷺ mengabungkan antara syahadat *‘laa ilaha illallah’* dengan syahadat *‘anna muhammadar rasulullah’* [Nabi Muhammad adalah utusan Allah] dalam satu rukun. Kenapa demikian? Karena ibadah tidaklah sempurna kecuali dengan dua hal : *(1)* _ikhlas kepada Allah semata_ : hal ini terdapat dalam syahadat *‘laa ilaha illallah’*; dan *(2)* _mutaba’ah (mengikuti) Rasul_ : hal ini terdapat dalam syahadat *‘anna muhammadar rasulullah’*.


Selain dengan bersyahadat, keislaman seseorang bisa sempurna dengan melaksanakan empat rukun yang lainnya di mana penjelasan hal ini dapat dilihat dalam berbagai kitab fiqh.


Namun, perlu diperhatikan bahwa walaupun kelima hal ini disebut rukun, bukan berarti jika salah satu dari rukun Islam ini tidak ditunaikan maka tidak disebut muslim lagi. Karena kadar wajib dalam rukun Islam adalah dengan bersyahadat dan mengerjakan shalat yang diwajibkan (shalat lima waktu). Jika seorang muslim tidak melaksanakan kedua rukun Islam ini, maka pada saat ini baru tidak disebut sebagai muslim.


▪️ *_Tingkatan Kedua_ : IMAN*


Iman secara bahasa berarti pembenaran (tashdiq). Ketika Nabi ﷺ ditanyakan oleh Jibril ‘alaihis salam mengenai iman, beliau ﷺ menjawab,”Iman adalah (1) engkau beriman kepada Allah, (2) kepada malaikat-Nya, (3) kepada kitab-kitab-Nya, (4) kepada rasul-rasul-Nya, (5) kepada hari akhir dan (6) beriman kepada takdir yang baik dan buruk.” Jadi Nabi ﷺ menjelaskan bahwa iman memiliki enam rukun. Apabila salah satu rukun ini tidak dipenuhi maka tidak disebut orang beriman.


Namun, dalam rukun Iman di dalamnya ada kadar (batasan) wajib di mana keislaman seseorang tidaklah sah (baca : bisa kafir) kecuali dengan memenuhinya.


Batasan wajib dalam beriman kepada Allah adalah meyakini bahwa Allah adalah Rabb alam semesta, Allah adalah pencipta dan pengatur alam semesta; Allah-lah yang berhak ditujukan ibadah dan bukan selain-Nya; dan Allah memiliki nama dan sifat yang sempurna yang tidak boleh seseorang mensifati-Nya dengan makhluk-Nya, tidak boleh nama dan sifat tersebut ditolak keseluruhan atau pun sebagiannya setelah datang penjelasan mengenai hal ini.


Batasan wajib dalam beriman kepada malaikat adalah mengimani bahwa Allah memiliki makhluk yang disebut malaikat yang memiliki tugas tertentu, di antaranya adalah ada yang bertugas menyampaikan wahyu kepada para Nabi.


Batasan wajib dalam beriman kepada kitab-kitab Allah adalah meyakini bahwa Allah telah menurunkan kitab kepada para rasul yang dikehendaki-Nya; kitab tersebut adalah kalam-Nya (firman-Nya); dan di antara kitab-kitab tersebut adalah Al Qur’an dan juga merupakan kalam-Nya (firman-Nya).


Batasan wajib dalam beriman kepada para rasul adalah meyakini dengan yakin (tanpa ragu-ragu) bahwa Allah mengutus rasul kepada hamba-Nya; dan rasul terakhir adalah Muhammad ﷺ, seseorang harus beriman kepadanya dan mengikuti petunjuknya.


Batasan wajib dalam beriman kepada hari akhir adalah meyakini bahwa Allah menjadikan suatu hari di mana manusia akan dihisab (diperhitungkan); mereka akan kembali, akan dibangkitkan dari kubur-kubur mereka, akan bertemu Rabb mereka dan setiap orang akan dibalas; di mana orang yang berbuat baik akan dibalas dengan surga sedangkan orang yang kufur akan dimasukkan dalam neraka.


Batasan wajib dan beriman kepada takdir yang baik dan buruk adalah meyakini bahwa Allah telah mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi dan Allah telah mencatatnya di *Lauhul Mahfuzh*; meyakini pula bahwa apa yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi; dan meyakini bahwa segala sesuatu telah diciptakan-Nya termasuk perbuatan hamba.


Setiap muslim harus memiliki kadar keimanan yang wajib ini. Jika tidak memenuhi kadar keimanan yang wajib ini, maka dia *tidak disebut seorang muslim*.


▪️ *_Tingkatan Ketiga_ : IHSAN*


Dalam hadits Jibril, tingkatan Islam yang ketiga ini memiliki satu rukun. Nabi ﷺ menjelaskan mengenai ihsan yaitu *_‘Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, Allah akan melihatmu.’_* Itulah pengertian ihsan dan rukunnya.


Dalam pengertian ihsan ini terdapat dua tingkatan. Tingkatan pertama disebut tingkatan musyahadah yaitu seseorang beribadah kepada Allah, seakan-akan dia melihat-Nya. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksudkan di sini adalah bukan melihat zat Allah, namun melihat sifat-sifat-Nya. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah, dia akan mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah pada sifat-sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat Ihsan.


Tingkatan kedua disebut dengan tingkatan *_muroqobah_ yaitu apabila seseorang tidak mampu memperhatikan sifat-sifat Allah, dia yakin Allah melihatnya*. Dan tingkatan inilah yang banyak dilakukan oleh banyak orang. Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia merasa Allah memperhatikan apa yang dia lakukan, lalu dia memperbagus shalatnya.


Dalam tingkatan *ihsan* ini ada juga kadar wajib yang harus ditunaikan oleh setiap muslim yang akan membuat keislamannya menjadi sah. Kadar yang wajib di sini adalah seseorang harus memperbagus amalannya dengan mengikhlaskannya kepada Allah dan harus mencocoki amalan tersebut dengan petunjuk Nabi ﷺ. Adapun kadar yang disunnahkan (dianjurkan) adalah seseorang beramal pada tingkatan muroqobah atau musyahadah sebagaimana dijelaskan di atas.


▪️ *_Pelajaran Penting_*


Sesuatu yang perlu diperhatikan mengenai definisi Islam, Iman dan Ihsan. Jika Islam itu disebutkan secara bersendirian, yang dimaksudkan adalah seluruh ajaran agama ini baik keyakinan, perkataan maupun perbuatan. Contoh ini terdapat pada firman Allah (yang artinya), _”Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.”_ *(QS. Ali Imron [3] : 19)*. Namun, jika Islam disebutkan bergandengan dengan keimanan (i’tiqod) sebagaimana yang terdapat dalam hadits Jibril ini-, maka yang dimaksudkan dengan Islam di sini adalah amal lahiriyah. Sebagaimana hal ini terdapat pada firman Allah (yang artinya), _”Orang-orang Arab Badui itu berkata: *“Kami telah beriman“*. Katakanlah: *"Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah berislam (tunduk)’*, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu._ *(QS. Al Hujuraat [49] : 14)*


Begitu juga dengan iman. Jika iman itu disebutkan secara sendirian, maka yang dimaksudkan adalah agama Islam secara kesuluruhan. Namun, jika iman disebut bergandengan dengan Islam (amalan lahiriyah) sebagaimana yang terdapat dalam hadits Jibril ini-, maka yang dimaksudkan dengan iman di sini adalah mencakup amal bathin. Hal ini dapat dicontohkan pada firman Allah (yang artinya), _”Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh”_ *(QS. An Nisa’ : 57)*. Maka yang dimaksudkan dengan orang yang beriman di sini adalah orang yang melakukan amalan bathin.


_Sedangkan *ihsan* adalah memperbaiki amalan lahir maupun bathin. Gabungan dari ketiganya disebut dengan Ad Diin yaitu agama Islam itu sendiri._


Allahumanfa’ana bima ‘alamatana, wa ‘alimnaa maa yanfa’una wa zidna ‘ilmaa. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.


*Sumber Rujukan* : (1) Syarhul ‘Arbain An Nawawiyyah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin; (2) Syarhul ‘Arbain An Nawawiyyah, Syaikh Sholih Alu Syaikh; (3) Ma’arijul Qobul II, Al Hafizh Al Hakami


Penulis: _Ustadz *Muhammad Abduh Tuasikal, MSc*_


Artikel https://rumaysho.com


┈┉┉━━❅❁®❁❅━━┉┉┈

Thursday, March 09, 2023

9 Nama Surga

 ┈┉┉━━ ❁﷽❁ ━━┉┉┈


https://muslim.or.id/25922-9-nama-surga.html


📋 *"9 NAMA SURGA"*


Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kami akan coba membahas terkait nama-nama surga. Semoga dengan pembahasan ini kita semua menjadi lebih bertakwa dan lebih semangat beribadah kepada Allah ta’ala.


*Surga* adalah sebuah nama yang telah dikenal oleh setiap manusia, baik muslim maupun kafir sebagai tempat yang penuh dengan kenikmatan. Namun *hanya muslim* lah yang *berhak untuk tinggal di surga*, adapun orang kafir, tempat kembalinya adalah neraka.


Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ (6) إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (7) جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ (8)


_“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.”_ *(QS. Al-Bayyinah: 6-8)*


▪️ *_Pengertian Surga_*

Surga berarti kebun yang di dalamnya terdapat banyak pohon dan kurma. Sebagian ulama bahasa mengatakan, 


_“Tidaklah disebut jannah/surga dalam bahasa arab kecuali di dalamnya terdapat pohon kurma dan anggur.”_ 


Sebagian yang lain mengatakan, disebut surga/jannah karena lebatnya pohon yang ada di dalamnya dan ranting / dahannya memberikan naungan bagi yang berada di bawahnya.


▪️ *_Nama-nama Surga_*


*1. _Darussalam_ (دَارُ السَّلامِ)*

Allah Ta’ala berfirman,


لَهُمْ دَارُ السَّلامِ عِنْدَرَبِّهِمْوَهُوَوَلِيُّهُمْبِمَاكَانُوايَعْمَلُونَ


_“Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada sisi Rabbnya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal shalih yang selalu mereka kerjakan.”_ *(QS. Al-An’am: 127)*


Sebagian ulama mengatakan, _“Disebut darussalam karena surga adalah tempat yang terbebas dari hal yang kotor, hal yang membahayakan dan hal yang tidak disukai”_. Pendapat yang lain mengatakan artinya Darullah, karena As-Salam adalah salah satu nama Allah.


*2. _Jannatul Khuld_ (جَنَّةُ الْخُلْدِ)*

Allah Ta’ala berfirman,


قُلْ أَذَلِكَ خَيْرٌ أَمْ جَنَّةُ الْخُلْدِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ كَانَتْ لَهُمْ جَزَاءً وَمَصِيرًا


_“Katakanlah (Muhammad), “Apakah (adzab) seperti itu yang baik, atau surga yang kekal yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa sebagai balasan, dan tempat kembali bagi mereka?”_ *(QS. Al-Furqan: 15)*


Disebut dengan nama ini karena penduduk surga itu kekal berada di dalam surga, tidak berpindah posisi ke tempat yang lain, dan tidak mencari cari tempat lain selain surga.


*3. _Jannatul Ma’wa_ (جَنَّةُ الْمَأْوَى)*

Allah Ta’ala berfirman,


عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (١٤) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى


_“(yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal.”_ *(QS. An-Najm: 14-15)*


*4. _Darul Muqamah_ (دَارَ الْمُقَامَةِ)*

Allah Ta’ala berfirman,


وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ (٣٤) الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ (٣٥)


_“Dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Rabb kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang dengan karunia-Nya menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga); di dalamnya kami tidak merasa lelah dan tidak pula merasa lesu”._ *(QS. Fathir: 34-35)*


*5. _Jannatu ‘Adn_ (جَنَّاتِ عَدْنٍ)*

Allah Ta’ala berfirman,


وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ


_“Dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah kemenangan yang agung.”_ *(QS. Ash-Shaff: 12)*


*6. _Maq’adu Shidq_ (مَقْعَدِ صِدْقٍ)*

Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ (٥٤)فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ (٥٥)


_“Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Maha Kuasa.”_ *(QS. Al-Qamar: 54-55)*


*7. _Qadama Shidq_ (قَدَمَ صِدْقٍ)*

Allah Ta’ala berfirman,


وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِنْدَ رَبِّهِمْ


_“Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang yang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Rabb kalian.”_ *(QS. Yunus: 2)*


*8. _Al-Maqamul Amin_ (مَقَامٍ أَمِينٍ)*

Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي مَقَامٍ أَمِينٍ


_“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam tempat yang aman.”_ *(QS. Ad-Dukhan: 51)*


*9. _Jannatun Na’im_ (جَنَّاتُ النَّعِيمِ)*

Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيمِ


_“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka akan mendapat surga-surga yang penuh kenikmatan.”_ *(QS. Luqman: 8)*


▪️ *_Apakah Firdaus Termasuk Dari Nama-nama Surga?_*


Firdaus adalah salah satu bagian dari surga yang letaknya paling mulia dan yang paling tinggi. Allah Ta’ala berfirman,


إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلا


_“Sungguh, orang yang beriman dan beramal shalih, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal.”_ *(QS. Al-Kahfi: 107)*


Rasulullah ﷺ berkata kepada Ummu Haritsah,


يَا أُمَّ حَارِثَةَ، إِنَّهَا جِنَانٌ فِي الْجَنَّةِ، وَإِنَّ ابْنَكِ أَصَابَ الْفِرْدَوْسَ اْلأَعْلَى.


_“Wahai *Ummu Haritsah*, sesungguhnya di sana terdapat banyak Surga dan sungguh anakmu telah mendapat Firdaus (Surga) yang paling tinggi.”_ *(HR. Al-Bukhari No. 3982)*


Demikianlah penjelasan singkat tentang pengertian surga dan nama-nama surga yang terdapat di dalam Al-Quran. Semoga bermanfaat.


***


Referensi: *_Kitab Washful Jannah_* Karya *Musthafa Al ‘Adawi*


Penulis: *_Wiwit Hardi P_.*


Artikel Muslim.or.id"


┈┉┉━━❅❁®❁❅━━┉┉┈

SILATURRAHIM

 ┈┉┉━━ ❁﷽❁ ━━┉┉┈


📋 *"SILATURRAHIM"*


Oleh : *_Dr. Fadhl Ilahi_*


Diantara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim. Pembicaraan masalah ini dengan memohon pertolongan Allah- akan saya bahas melalui empat point berikut.


*1.* _Makna Silaturrahim_

*2.* _Dalil Syar’i Bahwa Silaturrahim Termasuk Diantara Pintu-Pintu Rizki_

*3.* _Apa Saja Sarana Untuk Silaturrahim .?_

*4.* _Tata Cara Silaturrahim Dengan Para Ahli Maksiat._


▪️ *_MAKNA SILATURRAHIM_*


Makna *‘ar-rahim’* adalah *_para kerabat dekat_*. _Al-Hafizh *Ibnu Hajar*_ berkata : _“Ar-rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak”._


Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja.


Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian. [1]


Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh *Al-Mulla Ali Al-Qari* adalah *_kinayah_ (ungkapan/sindiran)* tentang berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka. [2]


▪️ *_DALIL SYAR’I BAHWA SILATURAHIM TERMASUK KUNCI RIZKI_*


Beberapa hadits dan atsar menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan silaturrahim termasuk di antara sebab kelapangan rizki. Diantara hadits-hadits dan atsar-atsar itu adalah.


*1. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata,* aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda.


مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُسْطَ لَهُ فِيْ رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَلَهُ فِيْ أَشَرِهِ فَلْيَصِلْ


_"Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) [3] maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturrahim”_ [4]


*2. Dalil lain adalah hadits riwayat* Imam Al-Bukhari dari *Anas bin Malik* _Radhiyallahu ‘anhu_ bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda.


مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِيْ رِزْقِهِ، وَيُنْسَاَ لَهُ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ


_"Barangsiapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim”._ [5]


Dalam dua hadits yang mulia diatas, Nabi ﷺ menjelaskan bahwa silaturrahim membuahkan dua hal, *kelapangan rizki* dan *bertambahnya usia*.


Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh mahluk Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad ﷺ. Maka barangsiapa menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya, yaitu silaturrahim. Demikian, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu dengan *_“Bab Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim”_ (Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, 10/415)* [6] Artinya, *dengan sebab silaturahim*. [7]


_Imam *Ibnu Hibban*_ juga meriwayatkan hadits *Anas bin Malik* _Radhiyallahu ‘anhu_ dalam Kitab Shahihnya dan beliau memberi judul dengan _“Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Banyaknya Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyambung Silaturrahim”_. [8]


*3. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu,* dari Nabi ﷺ beliau bersabda.


تَعَلَّمُوْا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا تَصِلُوْنَ بِهِ اَرْحَامَكُمْ، فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِيْ الأْهْلِ، مُشَرَّاةٌ فِيْ الْمَالِ، مُنْسَأَةٌ فِيْ الْعُمْرِ


_"Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyak nya harta dan bertambahnya usia”_ [9]


Dalam hadits yang mulia ini Nabi ﷺ menjelaskan bahwa silaturrahim itu membuahkan tiga hal, diantaranya adalah ia menjadi *sebab banyaknya harta*.


*4. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad,* Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari *Ali bin Abi Thalib* _Radhiyallahu ‘anhu_ dari Nabi ﷺ, beliau bersabda.


مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِيْ عُمْرِهِ، وَيُوَسَّعَ عَلَيْهِ فِيْ رِزْقِهِ، وَيُد فَعَ عَنْهُ مِيْتَةَالسُّوْءِ فَلْيَتَّقِ اللَّهَ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ


_"Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan *menyambung silaturrahim*”_ [10]


Dalam hadits yang mulia ini, Nabi ﷺ yang jujur dan terpercaya, mejelaskan tiga manfaat yang terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat ; bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan rizki.


*5. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu ia berkata.*


مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، أُنْسِئَ لَهُ فِيْ عُمْرِهِ، وَثُرِّيَ مَالُهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ


_"Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, niscaya dipanjangkan umurnya, dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya”_ [11]


*6. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam berkembangnya harta dan benda dan menjauhkan kemiskinan,* sampai-sampai ahli maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim, harta mereka bisa berkembang, semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari kefakiran, karena karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala. _Imam *Ibnu Hibban*_ meriwayatkan dari *Abu Bakrah* _Radhiyallahu ‘anhu_ dari Nabi ﷺ bahwasanya beliau bersabda.


إِنَّ أَعْجَلَ الطَّاعَةِ ثَوَابًا صِلَةُ الَّحِمِ، حَتَّى إِنَّ أَهْلَ بَيْتِ لَيَكُوْنُوْا فَجَرَةً، فَتَنْمُو أَمْوَالُهُمْ، وَيَكْثُرُ عَدَدُهُمْ إِذَا تَوَا صَلُوْا، وَمَا مِنْ أَهلِ بَيْتِ يَتَوَا صَلُوْنَ فَيَحْتَاجُوْنَ


_"Sesungguhnya keta’atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maksiat pun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan (kekurangan)”_. [12]


▪️ *_APA SAJA SARANA UNTUK SILATURAHIM?_*


Sebagian orang menyempitkan makna silaturrahim hanya dalam masalah harta. Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab yang dimaksud silaturrahim lebih luas dari itu. Silaturrahim adalah *usaha untuk memberikan kebaikan kepada kerabat dekat serta (upaya) untuk menolak keburukan dari mereka*, baik dengan harta atau dengan lainnya.


_Imam *Ibnu Abi Jamrah*_ berkata : _”Silaturrahim itu bisa dengan harta, dengan memberikan kebutuhan mereka, dengan menolak keburukan dari mereka, dengan wajah yang berseri-seri serta dengan do’a”_.


Makna silaturrahim yang lengkap adalah *_"memberikan apa saja yang mungkin diberikan dari segala bentuk kebaikan, serta menolak apa saja yang mungkin bisa di tolak dari keburukan sesuai dengan kemampuannya (kepada kerabat dekat)"_*. [13]


▪️ *_TATA CARA SILATURAHIM DENGAN PARA AHLI MAKSIAT_*


Sebagian orang salah dalam memahami tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat. Mereka mengira bahwa bersilaturrahim dengan mereka berarti juga mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu majlis dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta sikap lembut dengan mereka. Ini adalah tidak benar.


Semua memaklumi bahwa Islam tidak melarang berbuat baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat, bahkan hingga kepada orang-orang kafir. Allah berfirman.


لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ


_"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”_. *[Al-Mumtahanah/60 : 8]*.


Demikian pula sebagaimana disebutkan dalam hadits *Asma’ binti Abi Bakar* _Radhiyallahu ‘anhuma_ yang menanyakan Rasulullah ﷺ untuk bersilaturrahim kepada ibunya yang musyrik. Dalam hadits itu diantaranya disebutkan.


قُلْتُ : إِنَّْ أُمِّيْ قَدِمَتْ وَهِيَ رَاغِبَةٌ، أَفَأَصِلُ أُمِّيْ؟ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : نَعَمْ، صِلِيْ أُمًّكِ


_"Aku bertanya, Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat berharap [14], *'apakah aku harus menyambung (silaturrahim) dengan ibuku ?’* Beliau ﷺ menjawab. *‘Ya, sambunglah (silaturrahim) dengan ibumu'*”_.[15]


Tetapi, itu bukan berarti harus saling mencintai dan menyayangi, duduk-duduk satu majlis dengan mereka, bersama-sama makan dengan mereka serta bersikap lembut dengan orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut. Allah berfirman.


لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ


_"Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka”_. *[Al-Mujadillah/58: 22]*.


Makna ayat yang mulia ini sebagaimana disebutkan oleh _Imam *Ar-Razi-*_ adalah _"bahwasanya tidak akan bertemu antara iman dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah. Karena jika seseorang mencintai orang lain maka tidak mungkin ia akan mencintai musuh orang tersebut."_ [16]


Dan berdasarkan ayat ini, _Imam *Malik*_ menyatakan bolehnya memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak duduk satu majlis dengan mereka. [17]


_Imam *Al-Qurthubi*_ mengomentari dasar hukum Imam Malik : _"Saya berkata, Termasuk dalam makna kelompok Qadariyah adalah semua orang yang zhalim dan yang suka memusuhi’_. [18]


_Al-Hafizh *Ibnu Katsir*_ dalam menafsirkan ayat yang mulia tersebut berkata : _“Artinya, mereka tidak saling mencintai dengan orang yang suka menentang (Allah dan RasulNya), bahkan meskipun mereka termasuk kerabat dekat”_.[19]


Sebaliknya, silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi mereka agar tidak mendekat kepada Neraka dan mejauh dari Surga. Tetapi, bila kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan tersebut -dalam kondisi demikian- dapat dikategorikan sebagai silaturrahim.


Dalam hal ini, _Imam *Ibnu Abi Jamrah*_ berkata : _”Jika mereka itu orang-orang kafir atu suka berbuat dosa maka memutuskan hubungan dengan mereka karena Allah adalah (bentuk) silaturrahim dengan mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan memberitahu mereka, dan mereka masih membandel. Kemudian, hal itu (pemutusan silaturrahim) dilakukan karena mereka tidak mau menerima kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih tetap berkewajiban mendo’akan mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus"_. [20]


************


_[Disalin dari kitab Mafatiihur Rizq fi Dhau’il Kitab was Sunnah, Penulis DR Fadhl Ilahi, Edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc. Penerbit Darul Haq- Jakarta]_

_______


*_Footnote_*


[1]. Fathul Bari, 10/414

[2]. Lihat, Murqatul Mafatih, 8/645

[3]. Catatan : “Para ahli hadits mengangkat persoalan seputar bertambahnya umur karena silaturrahim dan mereka memberikan jawabannya. Misalnya, dalam Fathul Bari disebutkan, Ibnu At-Tin berkata, ‘Secara lahiriah, hadits ini beterntangan dengan firman Allah :


فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ


_"Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya”_ *[Al-A’raf/7 : 34].*


Untuk mencari titik temu kedua dalil tersebut dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama, bahwasanya tambahan (umur) yang dimaksud adalah kinayah dari usia yang diberi berkah karena mendapat taufiq untuk menjalankan keta’atan, ia menyibukkan waktunya dengan apa yang bermanfa’at di akhirat, serta menjaga dari menyia-nyiakan waktunya untuk hal lain (yang tidak bermanfa’at). Kedua, tambahan itu secara hakikat atau sesungguhnya. Dan itu berkaitan dengan malaikat yang diberi tugas mengenai umur manusia. Adapun yang ditujukkan oleh ayat pertama di atas, maka hal itu berkaitan dengan ilmu Allah Ta’ala. Umpamanya dikatakan kepada malaikat, ‘Sesungguhnya umur fulan dalah 100 tahun jika dia menyambung silaturrahim dan 60 tahun jika ia memutuskannya’. Dalam ilmu Allah telah diketahui bahwa fulan tersebut akan menyambung atau memutuskan silaturrahim. Dan apa yang ada di dalam ilmu Allah itu tidak akan maju atu mundur. Adapun yang ada dalam ilmu malaikat maka hal itulah yang mungkin bisa bertambah atau berkurang. Itulah yang diisyaratkan oleh firman Allah :


يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ


_"Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisiNya lah terdapat *Ummul Kitab* (Lauh Mahfuzh)”_. *[Ar-Ra’d/13 : 39]*


Jadi, yang dimaksudkan dengan menghapuskan dan menetapkan dalam ayat itu adalah apa yang ada dalam ilmu malaikat. Sedangkan apa yang ada di dalam Lauh Mahfuzh itu merupakan ilmu Allah, yang tidak akan ada penghapusan (perubahan) selama-lamanya. Itulah yang disebut dengan *_al-qadha’ al-mubram_ (taqdir/ putusan yang pasti)*, sedang yang pertama (dalam ilmu malaikat) disebut *_al-qadha’ al-mu’allaq_ (taqdir / putusan yang masih menggantung)*. (Fathul Bari, 10/416 secara ringkas. Lihat pula, Syarah Nawawi, 16/114, ‘Umdatul Qari, 22/91)

[4]. Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5985, 10/415

[5]. Shahihul Bukhari, Kitabul Adab, Bab Man Busitha Lahu fir Rizqi Bishilatir Rahim, no. 5986, 10/415

[6]. Op.Cit. 10/415

[7]. ‘Umdatul Qari, 22/91

[8]. Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabul Birri wal Ihsan, Bab Shilaturrahim wa Qath’iha, 2/180"

[9]. Al-Musnad, no. 8855, 17/42 ; Jami’ut Tirmidzi, Abwabul Birri wash Shihah, Bab Ma Ja’a fi Ta’limin Nasab, no. 2045, 6/96-97, dan lafazh ini miliknya ; Al-Mustadrak ‘alash Shahihain, Kitabul Birr wash Shilah, 4/161. Imam Al-Hakim berkata. ‘Hadits ini sanad-nya shahih, tetapi tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim (Op.cit, 4/161). Hal ini juga disepakati oleh Adz-Dzahabi (Lihat, Al-Talkhish, 4/161). Syaikh Ahmad Muhammad Syakir menyatakan sanad-nya shahih. (Lihat, Hamisyul Musnad, 17/42). Dan ia dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani. (Lihat, Shahih Sunan At-Tirmidzi, 2/190).

[10]. Al-Musnad, no. 1212, 2/290 ; Majma’uz Zawa’id wa Manba’ul Fawa’id, Kitabul Birri wash Shihah, Bab Shilaturrahim wa Qath’iha, 8/152-153. Tentang hadits ini, Al-Hafizh Al-Haitsami berkata : ‘Hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath. Para perawi Al-Bazzar adalah perawi-perawi Shahih Muslim, selain Ashim bin Hamzah, dia adalah orang tsiqah (terpercaya). (Op.cit, 8/153). Disebutkan Ashim bin Hamzah, yang benar adalah Ashim bin Dhamrah. Penulisan Hamzah adalah salah cetak. (Lihat, Hamisyul Musnad, 2/290). Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata. ‘Sanad hadits ini Shahih. (Op.cit. 2/290)

[11]. Al-Adabul Mufrad, Bab Man Washala Rahimahu Ahbbahu Allah, no. 59, hal. 37

[12]. Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Kitabul Birr wal Ihsan, Bab Shilaturrahim wa Qath’iha, no. 440, 2/182-183. Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth menshahihkan hadits ini ketika menyebutkan dalil-dalil pada catatan kaki Al-Ihsan. (Lihat, 2/183-184)

[13]. Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 6/30

[14]. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata :”Dalam riwayat lain disebutkan, ‘Ia datang kepadaku dalam keadaan penuh harapan dan rasa taku’. Maknanya, bahwa ia datang dengan harapan agar puterinya berbuat baik kepadanya. Dan ia takut jika harapannya ditolak dan tak membawa hasil. Demikian seperti yang diterangkan oleh mayoritas ulama”. (Fathul Bari, 5/234)

[15]. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (Lihat, Shahihul Bukhari, Kitabul Hibah, Bab Al-Hadiyyah lil Musyrikin no. 2620, 5/233). Imam Al-Khathabi berkata :”Ini menunjukkan bahwa kerabat dekat yang kafir disambung silaturrahminya dengan harta atau sejenisnya. Sebagaimana kaum muslimin disambung silaturrahimnya dengannya” (Dinukil dari Fathul Bari, 5/234)

[16]. At-Tafsirul Kabir, 29/276. Lihat pula, Fathul Qadir, 5/272

[17]. Lihat, Ahkamul Qur’an oleh Ibnul Arabi, 4/1763; Tafsir Al-Qurthubi, 17/307

[18]. Tafsir Al-Qurthubi, 17/307. Lihat pula, Tafsir At-Tahrir wat Tanwir, 26/80

[19]. Tafsir Ibnu Katsir, 4/347

[20]. Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 6/30"


┈┉┉━━❅❁®❁❅━━┉┉┈

TETANGGA

┏ 🌒🪴 ▪️▪️━━ ﷽ ━┓
  》 *F A E D A H  🌵  P A G I* 《 
┗━━━━━❁▪️▪️🪴🌘 ┛

https://muslim.or.id/10417-akhlak-islami-dalam-bertetangga.html

📋 *"AKHLAK ISLAMI DALAM BERTETANGGA"*

_*Yulian Purnama, S.Kom*_. 
_Updated: 28 April 2021_

Islam adalah agama rahmah yang penuh kasih sayang. Dan hidup rukun dalam bertetangga adalah moral yang sangat ditekankan dalam Islam. Jika umat Islam memberikan perhatian dan menjalankan poin penting ini, niscaya akan tercipta kehidupan masyarakat yang tentram, aman dan nyaman.

▪️ *_Batasan Tetangga_*

_Siapakah yang tergolong tetangga? Apa batasannya?_ *Karena besarnya hak tetangga bagi seorang muslim dan adanya hukum-hukum yang terkait dengannya, para ulama pun membahas mengenai batasan tetangga*. Para ulama khilaf dalam banyak pendapat mengenai hal ini. Sebagian mereka mengatakan tetangga adalah ‘orang-orang yang shalat subuh bersamamu’, sebagian lagi mengatakan ’40 rumah dari setiap sisi’, sebagian lagi mengatakan ’40 rumah disekitarmu, 10 rumah dari tiap sisi’ dan beberapa pendapat lainnya (lihat Fathul Baari, 10 / 367).

Namun pendapat-pendapat tersebut dibangun atas riwayat-riwayat yang lemah. Oleh karena itu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata: “Semua riwayat dari Nabi ﷺ yang berbicara mengenai batasan tetangga adalah lemah tidak ada yang shahih. Maka zhahirnya, pembatasan yang benar adalah sesuai ‘urf” (Silsilah Ahadits Dha’ifah, 1/446). Sebagaimana kaidah fiqhiyyah yang berbunyi al ‘urfu haddu maa lam yuhaddidu bihi asy syar’u (adat kebiasaan adalah pembatas bagi hal-hal yang tidak dibatasi oleh syariat). Sehingga, yang tergolong tetangga bagi kita adalah setiap orang yang menurut adat kebiasaan setempat dianggap sebagai tetangga kita.

▪️ *_Kedudukan Tetangga Bagi Seorang Muslim_*

Hak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia. Sampai-sampai sikap terhadap tetangga *dijadikan sebagai indikasi keimanan*. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

_“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya”_ *(HR. Bukhari 5589, Muslim 70)*

Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

_“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”_ *(HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)*

_Syaikh *Muhammad bin Shalih Al Utsaimin*_ menjelaskan: _“Bukan berarti dalam hadits ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena Jibril tidak memiliki hak dalam hal ini. Namun maknanya adalah *beliau sampai mengira bahwa akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris*. Ini menunjukkan betapa ditekankannya wasiat Jibril tersebut kepada Nabi ﷺ”_ *(Syarh Riyadhis Shalihin, 3/177)*

▪️ *_Anjuran Berbuat Baik Kepada Tetangga_*

Karena demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim, Islam pun memerintahkan ummatnya untuk berbuat baik terhadap tetangga.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

_“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”_ *(QS. An Nisa: 36)*

_Syaikh *Abdurrahman As Sa’di*_ menjelaskan ayat ini: _“Tetangga yang lebih dekat tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempererat hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah, dengan sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan”_ *(Tafsir As Sa’di, 1/177)*

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ ، وَخَيْرُ الْـجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِـجَارِهِ

_“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya”_ *(HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)*

Maka jelas sekali bahwa *berbuat baik terhadap tetangga adalah akhlak yang sangat mulia dan sangat ditekankan penerapannya, karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya*.

▪️ *_Ancaman Atas Sikap Buruk Kepada Tetangga_*

Disamping anjuran, syariat Islam juga mengabakarkan kepada kita ancaman terhadap orang yang enggan dan lalai dalam berbuat baik terhadap tetangga. Bahkan Rasulullah ﷺ menafikan keimanan dari orang yang lisannya kerap menyakiti tetangga. Beliau ﷺ bersabdaL

وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ . قِيْلَ: وَ مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الَّذِيْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

_“Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: *‘Siapa itu wahai Rasulullah?’*. Beliau menjawab: *‘Orang yang tetangganya tidak aman dari bawa’iq-nya (kejahatannya)‘*”_ *(HR. Bukhari 6016, Muslim 46)*

_Syaikh *Ibnu Utsaimin*_ menjelaskan: _“Bawa’iq maksudnya culas, khianat, zhalim dan jahat. Barangsiapa yang tetangganya tidak aman dari sifat itu, maka ia bukanlah seorang mukmin. Jika itu juga dilakukan dalam perbuatan, maka lebih parah lagi. Hadits ini juga dalil larangan menjahati tetangga, baik dengan perkataan atau perbuatan. Dalam bentuk perkataan, yaitu tetangga mendengar hal-hal yang membuatnya terganggu dan resah”_. Beliau juga berkata: _”Jadi, haram hukumnya mengganggu tetangga dengan segala bentuk gangguan. Jika seseorang melakukannya, maka ia bukan seorang mukmin, dalam artian ia tidak memiliki sifat sebagaimana sifat orang mukmin dalam masalah ini” _ *(Syarh Riyadhis Shalihin, 3/178)*

Bahkan mengganggu tetangga termasuk dosa besar karena pelakunya diancam dengan neraka. Ada seorang sahabat berkata:

يا رسول الله! إن فلانة تصلي الليل وتصوم النهار، وفي لسانها شيء تؤذي جيرانها. قال: لا خير فيها، هي في النار

_“Wahai Rasulullah, si Fulanah sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya pernah menyakiti tetangganya. Rasulullah bersabda: *‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka’*”_ *(HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak 7385, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad 88)*

Sebagaimana _Imam *Adz Dzahabi*_ memasukan poin *‘mengganggu tetangga’* dalam kitabnya Al Kaba’ir (dosa-dosa besar). *Al Mula Ali Al Qari* menjelaskan mengapa wanita tersebut dikatakan masuk neraka: _“Disebabkan ia mengamalkan amalan sunnah yang boleh ditinggalkan, namun ia malah memberikan gangguan yang hukumnya haram dalam Islam”_ *(Mirqatul Mafatih, 8/3126).*

▪️ *_Bentuk-Bentuk Perbuatan Baik Kepada Tetangga_*

Semua bentuk akhlak yang baik adalah sikap yang selayaknya diberikan kepada tetangga kita. Diantaranya adalah bersedekah kepada tetangga jika memang membutuhkan. Bahkan anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat ditekankan oleh Rasulullah ﷺ :

لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ

_“Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan”_ *(HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 149)*

Beliau juga bersabda:

إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوْفٍ

_“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik”_ *(HR. Muslim 4766)*

Dan juga segala bentuk akhlak yang baik lainnya, seperti memberi salam, menjenguknya ketika sakit, membantu kesulitannya, berkata lemah-lembut, bermuka cerah di depannya, menasehatinya dalam kebenaran, dan sebagainya.

▪️ *_Jika Bertetangga Dengan Non-Muslim_*

Dalam firman Allah Ta’ala pada surat *An Nisa ayat 36* di atas, tentang anjuran berbuat baik pada tetangga, disebutkan dua jenis tetangga. Yaitu *_al jaar dzul qurbaa_ (tetangga dekat)* dan *_al jaar al junub_ (tetangga jauh)*. Ibnu Katsir menjelaskan tafsir dua jenis tetangga ini: _“Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan kekerabatan dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan kekerabatan”_. Beliau juga menjelaskan: _“Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al Bikali bahwa al jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah Yahudi dan Nasrani”_ *(Tafsir Ibnu Katsir, 2/298).*

Anjuran berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap orang yang disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Ketika menjelaskan hadits

مَا زَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْـجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

_“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”_

*Al ‘Aini* menuturkan: _“Kata al jaar (tetangga) di sini mencakup muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang pendatang, orang asli pribumi, orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, karib kerabat, ajnabi, baik yang dekat rumahnya atau agak jauh”_ *(Umdatul Qaari, 22/108)*

Demikianlah yang dilakukan para salafus shalih. Dikisahkan dari *Abdullah bin ‘Amr Al Ash*:

أَنَّهُ ذُبِحَتْ لَهُ شَاةٌ، فَجَعَلَ يقول لغلامه: أهديت لجارنا اليهوي؟ أَهْدَيْتَ لِجَارِنَا الْيَهُودِيِّ؟ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بالجارحتى ظننت أنه سيورثه

_“Beliau menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang pemuda: *‘akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’*. Pemuda tadi berkata: *‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’*. Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda *‘Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris‘*”_ *(HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad 78/105, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad)*

Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:

– *Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat*. _Maka ia memiliki 3 hak, yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim_.

– *Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan*. _Maka ia memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim_.

– *Tetangga non-muslim*. _Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga_.

Dengan demikian berbuat baik kepada tetangga ada tingkatannya. Semakin besar haknya, semakin besar tuntutan agama terhadap kita untuk berbuat baik kepadanya. Di sisi lain, walaupun tetangga kita non-muslim, ia tetap memiliki satu hak yaitu hak tetangga. Jika hak tersebut dilanggar, maka terjatuh pada perbuatan zhalim dan dosa. Sehingga sebagai muslim kita dituntut juga untuk berbuat baik pada tetangga non-muslim sebatas memenuhi haknya sebagai tetangga tanpa menunjukkan loyalitas kepadanya, agamanya dan kekufuran yang ia anut. Semoga dengan akhlak mulia yang kita tunjukkan tersebut menjadi jalan hidayah baginya untuk memeluk Islam.


Penulis: _Ustadz *Yulian Purnama*_

Artikel Muslim.Or.Id

┈┉┉━━❅❁®❁❅━━┉┉┈