Setelah melihat MP Bunda Khori, jadi pengen ikutan posting karena terharu. Aku searching di google dan dapet sumber link pertama dibawah :
Hasil copas dari link dibawah.
http://m.kompasiana.com/post/4d54e13f7f8b9a8c48020000
Aku tidak sanggup dulu berpanjang lebar, Djie. Tenagaku terkuras sejak ajalmu tiba. Enerjiku seakan-akan habis. Air mataku kering sudah. Hari ini hari ketujuh. Acara tahlilan di kediamanmu akan digelar lagi seusai sholat Isya bersama. Aku bersama keluarga besar telah menyiapkan segala sesuatunya. Dari hari pertama, Djie. Dan sebagian sudah ambruk flu berat. Biasanya, kamu selalu memberikan aku permen khusus untuk flu. Permen apa ya itu Djie? “Hehe..ini permen vitamin C. Kakak gitu aja nggak tau, gimana sih?”, begitu katamu saat itu sambil tertawa lebar.
Siang ini sudah gelap gulita. Apakah akan hujan lebat setelah ini? Aku tidak berharap begitu, agar tahlilan nanti berjalan lancar dan rapi. Sebagaimana kamu selalu mengatur acara apapun di rumahmu, selalu harus necis, tertata rapi, dan nyaman. Aku, adik-adik, tentunya Ibu, juga istrimu yang tak henti mengalirkan air matanya, tetap menginginkan acara semua berjalan baik. Semua demimu, Djie.Apalagi yang bisa kami berikan padamu bila semua sudah terlanjur lenyap seperti ini? Ketiga anakmu terpana, semua pembantu rumah tanggamu, sopir, staf yang lain, tersedu-sedu di malam kamu pergi itu. Aku yang pertama kali lari dari Rumah Sakit Fatmawati untuk kembali ke rumahmu. Bagaimana aku sanggup melihatmu terbujur di ruang jenazah yang mencekam, sementara Angiemu begitu pilu tersedu-sedu. Di rumah belum ada yang tahu, dan belum dipersiapkan apapun. Pikiranku langsung ke lokasi kelak kamu dibujurkan nanti, pakai tempat tidur apa, pakai kain apa untuk menyelimutimu, meja mana yang harus digeser.., kursi mana yang harus juga dipindah-pindahkan.
Aku muncul di rumah yang sepi. Perih! Aku bingung harus berbuat apa. Pelan-pelan kubangunkan pembantu setiamu. Dia harus membantu aku membereskan segalanya. Dengan berurai air mata, kami mengangkut meja jatimu yang berat itu, merapikan karpet. Keanu yang berada di kamarnya harus aku pindahkan sementara, karena kasurnya akan dipakai. Untungnya ibuku tak kehilangan akal. Dalam kepanikannya di Rumah Sakit ia menghubungi adiknya untuk mendapatkan tempat tidur jenazah.
Aku panik begitu kamu sudah muncul di halaman depan dengan ambulans yang mencekam itu. Duh… gemetarnya seluruh tubuh ini, bercampur panik dan pedih luar biasa, tak bisa dibayangkan lagi! Lalu anak-anakmu muncul dari kamar masing-masing…. ya Allah… kubayangkan wajah Zahwa dan Alliyah, Djie. Betapa mereka kaget luar biasa dan sedih tak terkira. Aku tak sanggup memeluk mereka, ketimbang aku semakin larut dalam nestapa pada detik itu.
Istrimu luar biasa dukanya. Panggilan kesayangan yang selalu ia lontarkan kepadamu,’Dal’.., selalu ia sebut di telingamu yang sudah mulai membiru. Air matanya menyentuh seluruh wajahmu yang cakep, Djie. Duh, adikku… kamu cakep sekali tertidur di dipan jenazah itu. Senyummu yang selalu tulus tetap muncul di situ. Aku sudah tidak ingat lagi siapapun yang datang karena semua bagaikan kerumunan tawon di tengah sebongkah madu. Berdengung tiada henti. Saat Presiden SBY dan istrinya melayat dan menyapa aku saat mendampingi Angie istrimu, aku juga bagai tak perduli lagi. Yang aku hanya ingat hanyalah duka, duka, dan duka.
Djie, kamu tahu tidak, aku terakhir membohongi kamu lho. Waktu kamu bilang mau berziarah ke makam ayahmu yang tidak jauh dari rumahku, ada nada tanya seolah-olah memang kamu mau mampir ke rumahku setelah dari makam. Aku buru-buru bilang mau pergi segera. Sebetulnya aku berbohong… ya ampun.. mengapa pula aku harus membohongimu. Aku katakan itu semua karena pada jam itu aku masih malas mandi, dengan baju tidur yang lusuh, dan rumah sedang berantakan bagai kapal pecah. Adjie mau datang ke rumahku yang heboh itu, duh, jangaaaaan… karena aku malu memperlihatkan rumahku yang jauh dari kerapihan ketimbang rumahmu yang super necis itu. Pokoknya, aku lagi malas deh kedatangan siapapun pada hari itu. Sebelumnya, selama seminggu terakhir itu kamu juga agak setengah memaksa aku untuk sering-sering datang ke rumah. Saat itu memang aku sedang repot luar biasa, mempersiapkan buku biografi seorang sahabat. Aku enggan diganggung siapapun agar inspirasiku tidak hilang dalam penulisan. Aku hanya berjanji, “Nanti ya Djie, aku masih repot.. aku datang deh, kita nyanyi-nyanyi lagi, aku main piano yang lama untuk kamu!”
“Kakak mau dimasakin apa? Kakak mau dibeliin makanan apa? Adjie suruh ya, apa mau dianter ke rumah?” , itu kata-katamu. Duh… mengapa kamu selalu saja ingin menyenangkan hati orang. Ibumu yang di Jakarta ini, kenyang mendapat perhatian penuh bertumpah ruah darimu. Ibumu yang di Belanda begitu pula. Adik-adikmu, kakakmu, selalu kau sirami dengan atensi yang berlebih. Ini bukan soal kebendaan., Bukan soal materi, melainkan perhatian dan sapaan hangat selalu.
Kadang kamu telepon aku dari gedung DPR, “Darling, lagi apa kak?” Dan aku hanya tertawa singkat, lalu ngobrol sebentar, lalu tutup telepon. Kadang aku melontarkan kritik pedas untuk orang-orang partaimu. Kamu hanya senyum-senyum saja. Dan kita tidak sampai berdebat soal politik.Banyak orang heran ya Djie, kita sama sekali tidak sekandung, tapi hubungan kita Alhamdulillah akrab terpelihara. Dan selama ini kan aku jarang cerita ke banyak orang, bahwa ayahmu dan ibuku menikah selama 23 tahun sampai ajal ayahmu tiba tahun lalu itu. Tak dapat kupungkiri bahwa kita pernah pula tak bertegur sapa sebentar, karena aku membelamu dalam suatu hal, namun kamu salah paham. Akhirnya hubungan cair kembali dan kita kembali kerapkali mengadakan pertemuan keluarga di mana-mana. Di restoran, di rumahmu, di rumah ibu.
Djie, Keanu masih saja memanggil-manggilmu sampai sekian hari setelah kamu pergi, “Papa..papa..!” Duh.. segala macam mainannya, mobil-mobilannya yang lucu itu terasa sepi karena pengemudinya tidak lagi bersama ayahnya menjalankan mobil-mobilan itu. Biasanya kamu yang memainkan kemudi, lalu Keanu yang mondar-mandir dengan mobilnya. Kamu berteriak seru, Keanu juga. Belum lagi kalau aku ingat, kamu selalu memeluk mencium Zahwa dan Alliyah setiap saat. Cintamu kepada mereka sungguh luar biasa. Bagaimana kamu menjadi bapak dan ”ibu’ rumah tangga secara luar biasa cermatnya, tak akan aku lupa sepanjang hayatku, Djie. Dan anak-anak pasti juga tak bisa melupakan begitu saja kedekatan mereka denganmu, terlebih saat-saat kamu masih hidup sendiri.
Apabila seseorang diwawancarai wartawan dan berbicara ini itu, aku hanya tersenyum geli, Djie. Sebab aku tahu ada beberapa uraiannya sama sekali tidak benar. Dari mana aku tahu? Tentu dari cerita-ceritamu , curhatmu selama ini kan tentang orang itu? Dan aku lebih mempercayai omonganmu. Jadi, aku, dan keluarga besar hanya senyum-senyum saja menanggapi itu semua saat ini. Biarlah berbicara maunya apa. Yang penting Tuhan Maha Tahu.., dan kamu yang kini sudah pergi tokh ‘dari awang-awang’ akan mendengar jelas seberapa jauh memang si pembohong itu selalu berkata-kata… hhhhmm..!!
Djie, aku tidak mau bercerita lain dulu. Kamu kan masih melihat kami. Betapa pontang-pantingnya kami semua selama tujuh hari ini. Tapi kami melakukannya dengan ikhlas. Kepedihan Angie menjadi kepedihan kami bersama. Tapi kami tahu Djie, kamu tidak akan suka melihat orang bersusah hati. Cintamu kepada Angie yang begitu besar luar biasa, semoga menjadi perekat keluarga kita dan membawa ketabahan yang tiada batas.
Di pusaramu tiap hari ada bunga sedap malam putih kesenanganmu. Si Yanto penjual bunga langganan kita itu Djie, sekarang jadi top banget gara-gara ia diwawancarai oleh berbagai media, bahkan ia dipanggil dalam acara Tukul. Ia bercerita banyak tentang kamu di layar televisi. Angie nonton si Yanto dari sofa kesayanganmu ditemani kami ramai-ramai, sambil tersenyum pedih…. dan ia tetap tak berhenti bertasbih, dari tasbih emas darimu yang lalu….
Adjie, surat ini untukmu. Yang terbaca oleh orang lain. Biar saja. Agar orang tahu betapa cinta dan persaudaraan kita memang indah selama ini. Aku tak putus doa untukmu, adikku. Amal ibadahmu selama ini menjadi bekalmu di ’sana’. Semoga pula segala kekhilafanmu terhapus dan menjadi ringan adanya menuju Sang Khalik. Selamat jalan, adikku. Semua berasal dari NYA, kembali lagi kepadaNYA. Dan saat ini memang giliranmu. Esok hari suatu saat nanti kamipun mengalami hal yang sama. Cium sayang dari kakakmu, LINDA
Komentar saya :
Adjie Masaid, yang aku tahu, seorang artis yang perfect, ya karena aku belum pernah tahu atau mendengar tentang kejelekannya. Perfect disini mulai dari fisik beliau ganteng dan mempunyai tubuh proposional. Secara materi beliau sukses, dari mulai menjadi artis dia sudah jadi artis terkenal dan terakhir beliau kerja sebagai anggota dewan di gedung MPR/DPR. Mempunyai istri yang cantik, angelina sondakh (pernah menjadi juara 1 putri Indonesia). Mempunyai anak yang cantik-cantik dan ganteng. Kehidupannya terlihat begitu sempurna. Beberapa hari yang lalu mendengar kabar kalau beliau meninggal, awalnya tidak percaya, mungkin sebagian atau seluruhnya tidak mempercayai kabar tersebut. Sosok yang terlihat masih belum lanjut usia dan masih gagah telah meninggal. Ternyata umur seseorang tidak ada yang bisa menebaknya. Jika memang sudah saatnya tiba, kita semua akan kembali pada-Nya. Semoga mba angie diberi ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi semua ini dan tetap berada di jalan Allah SWT.
Semoga arwahnya diterima disisi Allah SWT. Amin
Salam,
Nurina Utami